KISAH RASULULLAH ﷺ
Bagian 58
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سيدنا مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ سيدنا مُحَمَّد
Ikrar
Mereka mengulurkan tangan kepada Rasulullah dan berikrar. Inilah yang tercatat dalam sejarah sebagai Baiat Aqabah kedua. Dalam Ikrar kedua ini, mereka berkata,
"Kami berikrar mendengar dan setia pada waktu suka dan duka, pada waktu bahagia dan sengsara, kami hanya akan berkata yang benar di mana saja kami berada, dan kami tidak takut kritik siapa pun atas jalan Allah ini."
Rasulullah menjabat tangan para lelaki, tetapi tidak menyentuh tangan wanita. Setelah itu, beliau berkata,
"Pilihlah dua belas orang pemimpin dari kalangan Tuan-Tuan yang akan menjadi penanggung jawab masyarakatnya."
Mereka lalu memilih sembilan orang Khazraj dan tiga orang Aus. Kepada para pemimpin itu, Rasulullah berkata,
"Tuan-Tuan adalah penanggung jawab masyarakat seperti pertanggungjawaban pengikut-pengikut Isa binti Maryam. Terhadap masyarakat saya, sayalah yang bertanggung jawab."
Peristiwa ini selesai tengah malam di celah Gunung Aqabah, jauh dari masyarakat ramai. Saat itu, mereka berharap hanya Allah saja yang mengetahui urusan mereka. Namun, ternyata ada orang lain yang kebetulan sedang lewat dan merasa curiga dengan suara-suara dari puncak bukit. Orang itu memanjati lereng gunung dan menyaksikan baiat Aqabah kaum Muslimin.
Ketentuan Perang
Salah satu isi penting ikrar Aqabah kedua ini adalah dicantumkannya ketentuan tentang perang. Pihak Anshar berjanji akan membela Rasulullah sekali pun harus berperang dan mengorbankan jiwa. Semua itu dilakukan kaum Anshar tanpa pamrih sama sekali tidak mengharapkan apa pun dari Rasul kecuali keridhaan Allah.
Quraisy Terkejut
Orang yang mengintai peristiwa ikrar tadi berteriak, memberi tahu penduduk Quraisy yang tinggal di Mina, tidak jauh dari Aqobah.
"Muhammad dan orang-orang yang pindah agama itu sudah berkumpul! Mereka akan memerangi kamu!."
Walau cuma mendengar selintas, orang itu mengetahui maksud kaum Muslimin. Dengan berteriak keras-keras, ia bermaksud mengacaukan baiat kaum Muslimin. Orang itu berharap kaum Muslimin jadi takut, gelisah, dan membatalkan perjanjian mereka dengan Rasulullah.
Namun, tekad kaum Muslimin sudah tidak lagi tergoyahkan. Bahkan, dengan semangat menyala, Abbas bin Ubadah berkata kepada Rasulullah,
"Demi Allah yang telah mengutus Tuan atas dasar kebenaran, kalau sekiranya Tuan berkenan, penduduk Mina itu besok akan kami habiskan dengan pedang kami!."
Rasulullah menjawab, "Kami tidak diperintahkan untuk itu. Kembalilah ke kemah Tuan-Tuan."
Dengan cepat dan diam-diam, kaum Muslimin kembali ke kemah mereka dan tidur sampai pagi, seolah-olah tidak pernah terjadi apa pun.
Akan tetapi, pagi itu, orang Quraisy sudah mengetahui berita adanya ikrar. Mereka benar-benar sangat terkejut. Para pemuka Quraisy berkumpul dengan cepat dan segera bertindak. Mereka mendatangi para pemimpin rombongan Aus dan Khazraj.
"Apa yang terjadi? Kami dengar tadi malam kalian menjanjikan sesuatu kepada Muhammad!," ujar pemimpin Quraisy setengah menuduh.
Tidak semua rombongan Aus dan Khazraj adalah Muslim. Kebetulan para pemimpin rombongan adalah mereka yang belum beriman.
"Tidak! Kalian pasti salah! Tidak seorang pun dari rombongan kami keluar perkemahan tadi malam!," bantah para pemimpin rombongan dari Yatsrib itu.
Tadi malam, kaum Muslimin memang bergerak diam-diam. Mereka tidak memberi tahu anggota rombongan yang belum beriman tentang perjanjian mereka dengan Rasulullah. Akhirnya, orang-orang Quraisy kembali dengan hati ragu. Sementara itu, dengan tenang, anggota rombongan dari Yatsrib berkemas dan berangkat pulang.
Hijrah
Kaum Anshar atau 'para penolong', demikianlah Rasulullah menjuluki para sahabat barunya dari kota Yatsrib.
Sebelum kaum Anshar datang, rasanya dakwah Islam akan berputar di sekitar Mekah saja. Padahal, seluruh penduduk Mekah sudah diancam habis-habisan oleh para pemimpin Quraisy agar tidak menjadi pengikut Rasulullah. Di mata orang Quraisy, tiba-tiba saja Islam sudah menjadi kuat nun jauh di Yatsrib sana dan itu di luar jangkauan mereka.
Tanpa membuang waktu lagi, Rasulullah memerintahkan para sahabatnya menyusul kaum Anshar ke Yatsrib. Dengan sangat cerdik, beliau memerintahkan kaum Muslimin hijrah dengan berpencar-pencar dan diam-diam agar tidak menimbulkan kepanikan Quraisy.
Mulailah mereka berhijrah sendiri-sendiri dalam kelompok-kelompok kecil. Cara seperti itu berbeda dengan yang dilakukan Nabi Musa yang membawa kaumnya berhijrah dalam kelompok besar sekaligus. Ketika orang Quraisy tahu, mereka mulai panik.
"Tahan mereka yang mencoba mengungsi itu! Kurung orang yang mencoba pergi!," perintah seorang pemimpin.
"Mengapa tidak kita bunuh saja?," seru yang lain.
"Apa kamu sudah tidak waras? Kalau kita bunuh, kabilahnya akan menuntut balas!
Quraisy akan dipecah dalam perang saudara! Itu sudah pasti akan menguntungkan Muhammad! Tidak, tidak ada yang dibunuh. Bujuk saja supaya mereka kembali kepada sesembahan lama. Iming-imingi dengan harta kalau perlu. Jika tidak mau juga, siksa dengan keras!."
Demikian keras orang Quraisy bertindak, sampai-sampai ada istri yang dipisahkan dari suaminya. Kalau istrinya orang Quraisy, ia tidak boleh ikut suaminya hijrah. Jika tidak menurut, wanita itu akan mereka kurung.
Semua itu rela dijalani kaum Muslimin. Mereka rela berpisah dari keluarga bahkan meninggalkan harta untuk berhijrah demi kebebasan menyembah Allah.
Bersambung...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar