Label

Tampilkan postingan dengan label Sirah Nabawiyah. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Sirah Nabawiyah. Tampilkan semua postingan

Rabu, 10 Februari 2021

SIRAH NABAWIYAH : MEMBAYAR DIYAT

KISAH RASULULLAH ﷺ
Bagian 104
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سيدنا مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ سيدنا مُحَمَّد

Membayar Diyat

Alangkah berdukanya Rasulullah ﷺ. Pilu yang amat sangat terasa oleh Beliau akibat pembantaian itu. Alangkah susah payahnya beliau menahan duka cita. Dengan lirih Beliau berkata ini adalah tanggung jawab Abu Bara, sudah sejak semula aku berat hati dan khawatir sekali.

Abu Bara juga sangat terkejut. Terpukul sekali dengan pengkhianatan yang dilakukan Amir bin Ath Thufail. Abu Bara merasa amat terhina, tidak disangkanya Amir bin Ath Thufail melanggar perlindungan yang diberikan kepada kaum muslimin. Tindakan itu sama dengan mencoreng arang di dahi Abu Bara, anak Abu Bara sangat memahami perasaan ayahnya. Pemuda bernama Rabi'a itu bangkit.

"Aku akan menghukum Amir bin Ath Thufail dengan kedua tanganku sendiri." 

Setelah berkata begitu, Rabi'a pun pergi sambil memanggul tombak. Sampai di tempat Amir bin Ath Thufail, Rabi'a menghampiri orang itu. Dengan mata menyala. Tanpa sempat dicegah siapa pun, Rabi'a menghantamkan tombaknya. Dan Amir bin AthThufail pun rubuh. 

Begitu dalamnya duka cita Rasulullah ﷺ atas kematian para sahabatnya sampai selama 30 hari penuh beliau harus mendoakan mereka. Dalam doa yang dibacakan setiap selesai sholat subuh itu, beliau juga berdoa, semoga Allah mengadakan pembalasan terhadap mereka yang telah membunuh para sahabatnya.

Namun di tengah duka yang begitu dalam, Rasulullah ﷺ tidak lupa untuk berbuat adil. Begitu mendengar bahwa ada dua orang sahabat kaum muslimin yang terbunuh dengan tangan Amir bin Umayyah, Rasulullah ﷺ segera berkata, 

"Engkau telah membunuh dua orang berarti aku harus membayar diyat (uang tebusan) kepada keluarga mereka."


Peristiwa Bi'ir Maunah ini menimbulkan keberanian di hati musuh-musuh kaum muslimin di Madinah. Gugurnya para sahabat Rasulullah ini membuat orang-orang Yahudi bani Nadhir semakin berani. Padahal setelah Bani Qainuqa terusir, Bani Nadhir lebih memilih diam karena dicekam ketakutan. Namun setelah perang Uhud dan terakhir di tragedi di Bi'ir Maunah mereka mulai bertindak lebih berani. 

Mereka menunggu kesempatan untuk membunuh Rasulullah ﷺ sendiri. 
Tanpa mereka duga kesempatan itu segera datang.


Pengkhianatan Yahudi

Sesuai dengan perjanjian antara kaum muslimin dan orang Yahudi. Bani Nadhir diharuskan ikut membayar diyat yang harus dibayarkan kaum muslimin kepada keluarga orang yang terbunuh dari Bani Amir. 

Karena itulah, Rasulullah ﷺ datang ke tempat Bani Nadhir di Quba. Beliau disertai 10 sahabat terkemuka di antaranya Abu Bakar,  Umar Bin Khattab, dan Ali Bin Abi Thalib. Setelah sholat berjamaah di Masjid Quba, Rasulullah ﷺ  dan rombongannya memasuki perkampungan Bani Nadhir. 

Setelah mengetahui maksud kedatangan beliau, orang-orang Bani Nadhir menunjukkan wajah yang manis, 

"Kami akan membantumu Muhammad, sekarang duduklah di sini biar kami menyiapkan dulu keperluanmu."

Rasulullah ﷺ dan para sahabatnya duduk di tepi rumah beratap tinggi milik salah seorang Yahudi. 

Sementara itu, orang-orang Bani Nadhir tidak menyiapkan uang untuk membantu membayar diyat, melainkan malah berkasak-kusuk perihal rencana jahat mereka.

"Tidak ada lagi kesempatan sebagus ini untuk membunuh Muhammad," ucapan salah seorang pemuka Yahudi.

"Engkau benar," ujar seorang Yahudi lain dengan mata berkilat.  

"Pada waktu lain, sangat susah membunuh Muhammad karena ia selalu berada di tengah-tengah sahabatnya. Kini justru Muhammad datang di tengah kita. Jika kita biarkan kesempatan ini akan berlalu begitu saja."

Akhirnya orang-orang Yahudi itu sepakat untuk membunuh Rasulullah Sallallahu Alaihi Wasallam.

"Namun bagaimana cara kita membunuh dia?," tanya seorang kebingungan.

Semua terdiam sejenak, lalu seseorang yang berwajah licik berjalan mengambil batu penggilingan yang besar dan berat sambil berkata, 

"Siapakah di antara kalian yang mau mengambil batu penggilingan ini lalu naik ke atap rumah dan menjatuhkannya ke kepala Muhammad sampai remuk?." 

Majulah seseorang yang paling jahat di antara mereka, Amir bin Jahsy. "Aku!." 

"Jangan lakukan itu!," cegah Sallam bin Miskam. Rupanya ia salah satu orang yang berpikiran jernih di tempat itu. 

"Demi Allah, Allah pasti memberi tahu Muhammad tentang rencana kita. Sesungguhnya, perbuatan itu merupakan pelanggaran terhadap perjanjian antara kita dan dia!." 

Namun yang lain tidak peduli, mereka tetap menjalankan rencana jahat itu.


Rasulullah Selamat

Jibril pun turun memberitahu Rasulullah ﷺ tentang rencana jahat itu. Seketika itu juga, beliau bangkit dan pergi dengan cepat seolah-olah ada sesuatu keperluan. Para sahabat yang menyertai beliau sama sekali tidak diberi tahu apa-apa. Karena itu, mereka menunggu Rasulullah ﷺ kembali. 

Kini giliran orang-orang Yahudi yang kebingungan. Mendadak saja rencana mereka gagal. Karena itu, mereka bermanis-manis wajah kepada para sahabat yang menunggu untuk menghilangkan kesan buruk. 

Setelah cukup lama menunggu Rasulullah tidak kembali, para sahabat Rasulullah memutuskan untuk pulang mencari beliau. Mereka menemukan Rasulullah ﷺ telah berada di masjid Madinah.

"Ya Rasulullah, tiba-tiba saja Tuan pergi sedangkan kami tak menyadari," kata para sahabat.

Rasulullah ﷺ tahu rencana jahat Yahudi Bani Nadhir terhadap dirinya. Beliau pun memanggil Muhammad bin Maslamah untuk menyampaikan pesan beliau kepada Bani Nadhir.

Muhammad bin Maslamah berkata di hadapan orang-orang Yahudi, 

"Tinggalkan Madinah dan jangan hidup bertetangga denganku. Kuberi waktu 10 hari. Siapa saja yang masih kutemui setelah itu akan kupenggal lehernya."


Bersambung…
https://my.w.tt/AOwGvjIvQ7

KISAH RASULULLAH ﷺ : Khubaib bin Adiy

KISAH RASULULLAH ﷺ
Bagian 103
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سيدنا مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ سيدنا مُحَمَّد

Khubaib bin Adiy

Khubaib bin Adiy sedang berada di dalam penjara. Orang-orang Mekah menyeretnya keluar untuk disalib di hadapan umum.

Sebelum naik kayu salib, Khubaib bertanya,

"Dapatkah kamu membiarkan aku sekedar melakukan shalat dua rakaat?."

Permintaan itu dikabulkan. Khubaib melakukan sholat dua rokaat dengan baik dan sempurna. Setelah sholat ia membalikkan badannya, menghadapi semua orang. Lalu berkata, 

"Kalau bukan karena kamu akan menyangka aku sengaja memperlambat karena takut dibunuh, niscaya aku masih akan shalat lebih banyak lagi." 

Setelah itu, orang-orang Quraisy menaikkan ke atas tunggak kayu.

Dengan mata sayu, Khubaib memandangi orang-orang yang menontonnya sambil berseru,

"Ya Allah hitungkan jumlah mereka itu, binasakan mereka dalam keadaan tercerai berai, jangan biarkan hidup seorang pun!." 

Mendengar suara yang keras itu, para penonton gemetar. Sebagian dari mereka bahkan merebahkan diri seolah-olah takut terkena kutukan. Sesudah itu, Khubaib dibunuh.  

Seperti halnya Zaid, Khubaib pun gugur sebagai syahid yang memegang teguh amanat Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى. Dua roh suci ini melayang memasuki surga yang dijanjikan. 

Seandainya mau, terus saja mereka dapat menyelamatkan diri mereka. Keduanya tinggal berkata bahwa mereka akan kembali ke agama nenek moyang dan orang-orang Quraisy bersenang hati menerima para prajurit segagah mereka. 

Namun keyakinan keduanya kepada Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى dan hari kemudian sudah sedemikian tinggi. Keimanan mereka sudah sekokoh karang dan tidak bisa lagi dikikis oleh siksaan atau tawaran harta duniawi.

Mereka melihat maut bukan sebagai akhir segalanya, namun justru sebagai cita-cita hidup di dunia ini. Lagi pula mereka yakin bahwa darah mereka yang tumpah akan memanggil-manggil saudara-saudara muslim mereka supaya memasuki Kota Mekah sebagai pemenang.

Saudara-saudara muslim mereka akan menghancurkan pertahanan dan perbuatan syirik. Kesucian sebagai rumah Allah akan dipulihkan. Tidak ada lagi nama berhala yang disebut kecuali nama-nama Allah yang Mahasuci.


Rasulullah Berduka

Rasa duka menyelimuti Madinah, awan tampak bergumpal-gumpal. Mendung di hati Rasulullah ﷺ dan kaum muslimin membuahkan air mata duka yang membasahi pipi. Penyair Rasulullah, Hasan bin Tsabit membacakan syair-syair duka untuk mengenang kepergian enam orang syuhada itu. 

Beban di benak Rasulullah terus bertambah berat. Beliau khawatir kejadian seperti itu akan terulang lagi. Orang-orang Arab yang masih membenci kaum muslimin akan terdorong melakukan hal serupa di kemudian hari. 

Tiba-tiba datanglah Abu Bara Amir bin Malik seorang pemuka masyarakat di daerah Najd. Rasulullah ﷺ pun menawarkan kepadanya, agar ia mau memeluk agama yang mulia ini. Namun Abu Bara menolak. 

Meskipun demikian Abu Bara tidak menunjukkan sikap yang memusuhi Islam. Ia bahkan berkata, 

"Muhammad saya mempersilahkan engkau mengutus sahabat-sahabatmu ka Najd dan mengajak mereka itu mau menerima ajaranmu.  
Saya berharap banyak orang yang akan memeluk Islam."

Ini adalah sebuah peluang besar, namun Rasulullah ﷺ masih khawatir. Beliau takut akan terjadi pengkhianatan lagi terhadap para sahabatnya. Dia tidak bisa segera menjawab permintaan Abu Bara. Melihat keraguan di wajah Rasulullah ﷺ. Abu Bara pun mengerti.

"Saya menjamin mereka!," tegas Abu Bara. 
"Kirimkanlah utusan ke sana untuk mengajak mereka menerima ajaran-Mu."

Rasulullah ﷺ melihat kejujuran di mata Abu Bara, beliau juga tahu bahwa Abu Bara adalah orang yang dapat dipercaya. Dia adalah orang yang ditaati masyarakatnya. Setiap kata-katanya akan dituruti orang-orang Najd. Siapa pun yang sudah pernah diberikan perlindungan oleh Abu Bara,  tidak pernah diganggu oleh orang lain.

Berdasarkan pertimbangan ini dan peluang besar berkembangnya Islam di Jazirah Arabia. Rasulullah ﷺ memanggil Al Mundir bin Amr dari bani Sa'idah. Beliau menugasi Al Mundir memimpin 70 orang muslim pilihan untuk menyebarkan ajaran Islam di Najd. 

Rombongan dai itu pun berangkat dengan penuh harap akan datangnya kebaikan. Apakah benar mereka akan diterima dengan baik atau sebaliknya, malah dikhianati.


Tragedi Bi'r Maunah

Ketika tiba di Najd, tepatnya di Bi'r Ma'unah, ke 70 muslim itu berhenti. Daerah itu terletak di antara wilayah Bani Amir dan Bani Sulaim. Al Mundir mengutus Haram bin Milhan menemui Amir bin Ath Thufail,  pemimpin bani Sulaim. Haram ditugasi menyampaikan surat Rasulullah ﷺ kepada pemimpin-pemimpin Najd,  Namun Amir bin Ath Thufail sama sekali tidak membaca surat Rasulullah ﷺ itu. Ia bahkan memerintahkan agar Haram bin Milhan dibunuh.

Setelah itu, Amir meminta bantuan Bani Amir untuk membunuh kaum muslimin yang lain. Bani Amir menolak karena mereka adalah suku Abu Bara. Mereka tidak ingin melanggar perlindungan yang diberikan pemimpin mereka sendiri. 

Amir bin Ath Thufail  cepat berpaling ke suku-suku Najd yang lain. Beberapa suku menyatakan dukungan atas pengkhianatan Amir. Dengan cepat mereka berkumpul dan berangkat mengepung sahabat-sahabat Rasulullah ﷺ di Bi'r Mau'nah.

Mulai curiga karena Haram bin Milham tidak kunjung kembali, kaum muslimin di Bi'ir Mau'nah mulai meningkatkan kewaspadaan. Namun segala tindakan untuk menarik diri dari tempat itu sudah terlambat, karena dari segala penjuru para prajurit Najd muncul mengepung. 

Segera saja kaum muslimin mencabut pedang dan siap bertarung. Pertempuran tidak seimbang segera pecah. Para Dai itu bertempur mati-matian tanpa sedikit pun niat untuk menyerah. Al Mundir yang saat itu tengah menengok ternak yang menjadi perbekalan mereka, berlari dan terjun ke pertempuran. Hampir seluruh sahabat Rasulullah ﷺ di Bi'ir Mau'nah gugur kecuali dua orang.

Kaab bin Said disangka telah mati, namun begitu pasukan Najd pulang, Ka'ab bangun dan pulang ke Madinah dengan tubuh dipenuhi luka. 
Satu orang lagi bernama Amir bin Umayyah. 

Di tengah perjalanan pulang ke Madinah, Amir bin Umayyah bertemu dua orang yang mencurigakan. Dikiranya kedua orang itu termasuk pasukan yang menyergap dan membunuh para sahabatnya. Pada tengah malam Amir menyerang dan berhasil membunuh kedua orang itu.

Sampai di Madinah Amir mengakui semuanya, termasuk dua orang yang ia bunuh. Namun kedua orang itu ternyata bukanlah musuh. Mereka justru termasuk suku bani Amir yang telah terikat perjanjian jiwar atau bertetangga baik dengan kaum muslimin.


Bersambung…
https://my.w.tt/AOwGvjIvQ7

KISAH RASULULLAH ﷺ : Peristiwa Ar-Raji

KISAH RASULULLAH ﷺ
Bagian 102
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سيدنا مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ سيدنا مُحَمَّد

Peristiwa Ar-Raji

Rasulullah ﷺ selalu siap mengirim para sahabatnya untuk mengajarkan Islam kepada setiap suku yang memerlukan. Karena itu dengan prasangka baik Rasulullah memenuhi permintaan Bani Hudzail. 
Saat itu utusan Hudzail berkata, 

"Muhammad di kalangan kami ada beberapa orang Islam, kirimkanlah beberapa orang sahabat Tuan bersama kami yang kelak akan dapat mengajarkan hukum Islam dan Alquran kepada kami." 

Enam orang sahabat besar diutus dan pergi bersama rombongan penjemput dari Hudzail. 
Pengkhianatan terjadi ketika mereka sampai di pangkalan air Ar Raji milik Bani Hudzail, enam orang sahabat itu dikepung. Begitu sadar bahwa mereka masuk dalam perangkap, keenam dai itu mencabut pedang. Hanya senjata itu yang mereka bawa namun di wajah mereka tidak terlihat terasa gentar sedikit pun.

Orang-orang Hudzail berkata, 

"Demi Tuhan, kami tidak ingin membunuh kalian. Kalian akan kami jual kepada penduduk Mekah sebagai tawanan. Kami berjanji atas nama Tuhan kami bahwa kami tidak bermaksud membunuh kalian, karena itu menyerahlah."

Keenam sahabat itu saling berpandangan mereka menyadari bahwa apabila mereka dibawa ke Mekah sebagai tawanan, mereka pasti akan disiksa habis-habisan dan dibunuh. Itu berarti pengkhianatan besar yang lebih berat daripada pembunuhan biasa. 

Setelah saling sepakat dalam hati, salah seorang sahabat menjawab, 

"Kami tidak akan menyerah, lakukan apa yang kalian mau. Kami sudah siap bertarung membela kehormatan agama dan nabi kami." 

Maka orang-orang Hudzail yang jauh lebih banyak jumlahnya itu pun menyerang. Keenam sahabat itu bertarung dengan gigih, pedang mereka ayunkan dengan tangkas untuk menebas hujan panah atau menangkis tusukan tombak. Pertarungan tidak seimbang itu pun berakhir, tiga orang syahid dan tiga orang lagi berhasil ditangkap hidup-hidup. 

Mereka yang ditangkap itu adalah Abdullah bin Thariq, Zaid bin Adatsinah, dan Khubaib bin Adiy. Kemudian mereka segera dibelenggu dengan kuat dan dibawa ke Mekah.

Namun di tengah jalan, Abdullah bin Thariq berhasil melepaskan diri dari pengikat.

"Harus ada yang memberitahu Rasulullah ﷺ tentang pengkhianatan ini!," demikian pikir Abdullah. 

"Aku harus berusaha meloloskan diri sekarang, namun jika gagal aku sudah siap menyusul ketiga temanku yang lain ke akhirat."


Zaid bin Adatsinah

Abdullah bin Thariq menyerang seorang pengawal dan berhasil merebut pedangnya. Dengan pedang itu ia berusaha merebut seekor kuda, namun orang-orang Hudhail segera pulih dari rasa terkejutnya. Mereka mengambil batu dan melempari Abdullah dari belakang. Batu-batu sebesar kepalan tangan menghantam tubuh dan kepala sahabat mulia itu. Abdullah jatuh bersimbah darah dan gugur dalam keadaan yang sangat diimpikan setiap muslim. Syahid membela agama.

Kedua tawanan yang lain terus dibawa ke Mekah dan dijual. Zaid bin Adatsinah dijual kepada Shafwan bin Umayyah.

"Aku akan membunuhnya sebagai balasan terbunuhnya ayahku di tangan mereka," geram Safwan dengan mata menyala-nyala. 

Ayah Shafwan, Umayyah bin Khalaf dibunuh Bilal bin Rabah dalam Perang Badar. 

"Nastas," panggil Shafwan keras-keras.

Seorang Budak berbadan tegap datang. 

"Siksa dan bunuh orang ini," perintah Shafwan kepada Nastas.

"Bawa dia ke tempat di mana semua orang bisa melihatnya!," ujar Shafwan.

Zaid pun diseret-seret melalui jalan-jalan di Mekah. Sebagian orang menyoraki dan mencemoohnya. Sebagian lain menaruh kagum, dalam hati melihat ketabahan Zaid. Tak terlihat sedikit pun rasa takut di wajah Zaid. 

Di tengah siksaan itu, Zaid tetap tampak berwibawa dan teguh seperti Bukit Cadas.
Di tempat Zaid akan dibunuh, Abu Sufyan datang mendekat.

"Zaid, orang segagah engkau tidak pantas mati begini," ujar Abu Sufyan.

"Bersediakah engkau memberikan tempatmu itu pada Muhammad? Dia-lah yang harus dipenggal lehernya, sedang kau dapat kembali kepada keluargamu!."

 Zaid menatap Abu Sufyan seakan heran dengan pertanyaan itu. 

"Tidak," jawab Zaid.

"Seandainya Rasulullah ﷺ di tempatnya sekarang ini akan menderita karena tertusuk duri sekali pun, sedang aku ada di tempat keluargaku, aku tidak akan rela!." 

Abu Sufyan terpana sambil menggeleng kagum. Ia berkata, 

"Belum pernah aku melihat seorang begitu mencintai sahabatnya sedemikian rupa seperti sahabat-sahabat Muhammad mencintai Muhammad."

Zaid pun dipenggal. Ia gugur sebagai syahid yang memegang teguh amanat Rasulullah. 

Diriwayatkan oleh Tabrani dari Ibnu Abbas Rasulullah ﷺ bersabda sekuat-kuat ikatan iman adalah persaudaraan karena Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى,  cinta karena Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى dan membenci karena Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى.


Bersambung...
https://my.w.tt/AOwGvjIvQ7

KISAH RASULULLAH ﷺ : pada perang Uhud

KISAH RASULULLAH ﷺ
Bagian 100
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سيدنا مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ سيدنا مُحَمَّد


Mengejar Musuh

Rasulullah ﷺ mengetahui bahwa orang-orang penyembah berhala, kaum munafik, dan orang-orang Yahudi mulai menertawakan kekalahan kaum muslimin pada perang Uhud. 

"Muhammad bilang kalau perang Badar itu merupakan tanda kekuasaan Tuhan mereka atas kerasulannya, maka apa pula pertanda peristiwa Uhud itu?." 

Sesuatu harus dilakukan agar kewibawaan kaum muslimin akan kuat seperti sediakala. 
Sehari setelah perang, Uhud Rasulullah ﷺ memerintahkan seorang muadzinnya untuk kembali mengumpulkan pasukan. Namun hanya pasukan Uhud saja yang boleh ikut. Tujuannya untuk memburu pasukan Abu Sufyan yang belum lagi tiba di Mekah. 

Berita keberangkatan kaum muslimin itu dengan cepat sampai ke telinga Abu Sufyan. Seketika itu juga ketakutan melanda pasukan Mekah mereka mengira kaum muslimin berangkat dari Madinah dengan bantuan baru. Padahal mereka masih berada di Rauha, jauh dari Mekkah.

Sementara pasukan Madinah sudah sampai di Hambra Al-Assad. Kemudian lewatlah Ma'bad Al Khuza'i yang saat itu belum masuk Islam. Ia baru saja melewati tempat pasukan Madinah berkemah. Abu Sufyan bertanya tentang keadaan pasukan muslim Ma'bad menjawab, 

"Muhammad dan sahabat-sahabatnya sudah berangkat mau mencari kamu dalam jumlah yang belum pernah kulihat semacam itu. Orang-orang yang dulunya tidak ikut, sekarang menggabungkan diri dengan dia. Mereka semua terdiri atas orang-orang yang sangat geram kepada orang-orang yang hendak membalas dendam!."

Kebingungan melanda Abu Sufyan. Apa yang harus saya lakukan sekarang ini.

Orang Arab pasti akan mencemooh apabila sekarang pasukan Quraisy mundur begitu saja. Padahal baru saja mereka merebut kemenangan. Namun apabila mereka memaksakan diri kembali menghadapi kaum muslim, Abu Sufyan yakin mereka tidak akan mampu menghadapi kemarahan musuh. Karena itu Ia melakukan sebuah siasat licik. 

Abu Sufyan menitipkan pesan kepada kafilah suku Abdul Qais yang sedang menuju Madinah. Kafilah Itu diminta memberitakan bahwa pasukan Quraisy akan menemui pasukan Islam di Hambra Al-Assad dan akan menyerang habis-habisan.

Mendengar itu, Rasulullah ﷺ dan para sahabatnya menunggu tiga hari sambil menyalakan api unggun. Namun pada saat yang sama orang-orang Quraisy terus pulang ke Mekah. 


Pasukan Abu Salamah

Pasukan muslim kembali ke Madinah. Kewibawaan pihak muslim sedikit terangkat karena ternyata musuh tidak berani kembali untuk menghadapi mereka. Akan tetapi, segera tersiar berita bahwa Tulaihah dan Salamah bin Khuwailid sedang menggerakkan Banu Assad untuk menyerang Madinah dan menggempur Rasulullah ﷺ sampai ke rumahnya sendiri. 
Selain itu, tujuan Banu Assad adalah untuk merampas ternak kaum muslimin yang digembalakan di ladang-ladang sekeliling Madinah.

Rasulullah ﷺ segera bertindak, beliau memanggil Abu Salamah bin Abdul Asad. Beliau yang memerintahkan Abu Salamah membawa 150 pasukan. 

Rasulullah ﷺ menyuruh agar pasukan hanya berjalan pada malam hari dan siangnya bersembunyi. Mereka harus menempuh jalan yang tidak biasa dilalui orang. 

Abu Salamah berangkat dan melaksanakan perintah perang Rasulullah ﷺ secermat dan secepat mungkin. Ia pun berhasil. Mereka menyergap musuh yang sedang dalam keadaan tidak siap. 

Pagi buta itu rasa takut menyumbat kerongkongan Banu Assad karena tiba-tiba saja tanpa peringatan, pekik takbir membahana dan pasukan muslim menyerang tenda-tenda mereka. Banu Assad berusaha bertahan sekuat dan selama mungkin, namun gagal. Mereka mundur sambil membawa apa pun yang bisa dibawa.

Setelah menguasai perkemahan musuh, Abu Salamah mengirimkan dua pasukan pengejar.

Sementara itu, ia dan pasukan ketiga menjaga perkemahan. Pasukan pengejar kembali dengan membawa harta rampasan. 

Seperti yang sudah diatur dalam Islam, seperlima harta rampasan itu diberikan untuk Rasulullah ﷺ, orang-orang miskin, dan orang-orang yang kehabisan bekal di perjalanan. Sisanya dibagikan kepada anggota pasukan. Setelah itu mereka kembali ke Madinah dengan membawa kemenangan.

Hanya saja Abu Salamah tidak hidup lebih lama, sesudah itu, luka-lukanya pada perang Uhud kembali ternganga dan ia syahid karenanya.


Judi dan Minuman Keras

Setelah Yahudi Bani Qainuqa diusir, Yahudi Bani Nadhir ingin mewarisi pasar Bani Qainuqa. Namun kesempatan itu sudah tertutup oleh pasar kaum muslimin yang berkembang sedemikian besar, maka dari itu Bani Nadhir pun melakukan cara lain untuk meraih kemakmuran. Mereka membuka rumah-rumah judi. Di tempat itu juga disediakan banyak sekali minuman keras. 

Saat itu Rasulullah ﷺ belum melarang judi dan khamer. Karena itu banyaklah para lelaki muslim yang datang ke rumah-rumah judi. Mereka banyak menghabiskan uang untuk berjudi, meminum khamer sampai mabuk. Para lelaki muslim ini masih terguncang oleh kekalahan pada perang Uhud dan lepasnya harta rampasan yang sudah mereka kumpulkan.


Bersambung…
https://my.w.tt/AOwGvjIvQ7

KISAH RASULULLAH ﷺ : Mengejar Musuh

KISAH RASULULLAH ﷺ
Bagian 100
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سيدنا مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ سيدنا مُحَمَّد


Mengejar Musuh

Rasulullah ﷺ mengetahui bahwa orang-orang penyembah berhala, kaum munafik, dan orang-orang Yahudi mulai menertawakan kekalahan kaum muslimin pada perang Uhud. 

"Muhammad bilang kalau perang Badar itu merupakan tanda kekuasaan Tuhan mereka atas kerasulannya, maka apa pula pertanda peristiwa Uhud itu?." 

Sesuatu harus dilakukan agar kewibawaan kaum muslimin akan kuat seperti sediakala. 
Sehari setelah perang, Uhud Rasulullah ﷺ memerintahkan seorang muadzinnya untuk kembali mengumpulkan pasukan. Namun hanya pasukan Uhud saja yang boleh ikut. Tujuannya untuk memburu pasukan Abu Sufyan yang belum lagi tiba di Mekah. 

Berita keberangkatan kaum muslimin itu dengan cepat sampai ke telinga Abu Sufyan. Seketika itu juga ketakutan melanda pasukan Mekah mereka mengira kaum muslimin berangkat dari Madinah dengan bantuan baru. Padahal mereka masih berada di Rauha, jauh dari Mekkah.

Sementara pasukan Madinah sudah sampai di Hambra Al-Assad. Kemudian lewatlah Ma'bad Al Khuza'i yang saat itu belum masuk Islam. Ia baru saja melewati tempat pasukan Madinah berkemah. Abu Sufyan bertanya tentang keadaan pasukan muslim Ma'bad menjawab, 

"Muhammad dan sahabat-sahabatnya sudah berangkat mau mencari kamu dalam jumlah yang belum pernah kulihat semacam itu. Orang-orang yang dulunya tidak ikut, sekarang menggabungkan diri dengan dia. Mereka semua terdiri atas orang-orang yang sangat geram kepada orang-orang yang hendak membalas dendam!."

Kebingungan melanda Abu Sufyan. Apa yang harus saya lakukan sekarang ini.

Orang Arab pasti akan mencemooh apabila sekarang pasukan Quraisy mundur begitu saja. Padahal baru saja mereka merebut kemenangan. Namun apabila mereka memaksakan diri kembali menghadapi kaum muslim, Abu Sufyan yakin mereka tidak akan mampu menghadapi kemarahan musuh. Karena itu Ia melakukan sebuah siasat licik. 

Abu Sufyan menitipkan pesan kepada kafilah suku Abdul Qais yang sedang menuju Madinah. Kafilah Itu diminta memberitakan bahwa pasukan Quraisy akan menemui pasukan Islam di Hambra Al-Assad dan akan menyerang habis-habisan.

Mendengar itu, Rasulullah ﷺ dan para sahabatnya menunggu tiga hari sambil menyalakan api unggun. Namun pada saat yang sama orang-orang Quraisy terus pulang ke Mekah. 


Pasukan Abu Salamah

Pasukan muslim kembali ke Madinah. Kewibawaan pihak muslim sedikit terangkat karena ternyata musuh tidak berani kembali untuk menghadapi mereka. Akan tetapi, segera tersiar berita bahwa Tulaihah dan Salamah bin Khuwailid sedang menggerakkan Banu Assad untuk menyerang Madinah dan menggempur Rasulullah ﷺ sampai ke rumahnya sendiri. 
Selain itu, tujuan Banu Assad adalah untuk merampas ternak kaum muslimin yang digembalakan di ladang-ladang sekeliling Madinah.

Rasulullah ﷺ segera bertindak, beliau memanggil Abu Salamah bin Abdul Asad. Beliau yang memerintahkan Abu Salamah membawa 150 pasukan. 

Rasulullah ﷺ menyuruh agar pasukan hanya berjalan pada malam hari dan siangnya bersembunyi. Mereka harus menempuh jalan yang tidak biasa dilalui orang. 

Abu Salamah berangkat dan melaksanakan perintah perang Rasulullah ﷺ secermat dan secepat mungkin. Ia pun berhasil. Mereka menyergap musuh yang sedang dalam keadaan tidak siap. 

Pagi buta itu rasa takut menyumbat kerongkongan Banu Assad karena tiba-tiba saja tanpa peringatan, pekik takbir membahana dan pasukan muslim menyerang tenda-tenda mereka. Banu Assad berusaha bertahan sekuat dan selama mungkin, namun gagal. Mereka mundur sambil membawa apa pun yang bisa dibawa.

Setelah menguasai perkemahan musuh, Abu Salamah mengirimkan dua pasukan pengejar.

Sementara itu, ia dan pasukan ketiga menjaga perkemahan. Pasukan pengejar kembali dengan membawa harta rampasan. 

Seperti yang sudah diatur dalam Islam, seperlima harta rampasan itu diberikan untuk Rasulullah ﷺ, orang-orang miskin, dan orang-orang yang kehabisan bekal di perjalanan. Sisanya dibagikan kepada anggota pasukan. Setelah itu mereka kembali ke Madinah dengan membawa kemenangan.

Hanya saja Abu Salamah tidak hidup lebih lama, sesudah itu, luka-lukanya pada perang Uhud kembali ternganga dan ia syahid karenanya.


Judi dan Minuman Keras

Setelah Yahudi Bani Qainuqa diusir, Yahudi Bani Nadhir ingin mewarisi pasar Bani Qainuqa. Namun kesempatan itu sudah tertutup oleh pasar kaum muslimin yang berkembang sedemikian besar, maka dari itu Bani Nadhir pun melakukan cara lain untuk meraih kemakmuran. Mereka membuka rumah-rumah judi. Di tempat itu juga disediakan banyak sekali minuman keras. 

Saat itu Rasulullah ﷺ belum melarang judi dan khamer. Karena itu banyaklah para lelaki muslim yang datang ke rumah-rumah judi. Mereka banyak menghabiskan uang untuk berjudi, meminum khamer sampai mabuk. Para lelaki muslim ini masih terguncang oleh kekalahan pada perang Uhud dan lepasnya harta rampasan yang sudah mereka kumpulkan.


Bersambung…
https://my.w.tt/AOwGvjIvQ7

KISAH RASULULLAH ﷺ : Dukacita untuk Hamzah

KISAH RASULULLAH ﷺ
Bagian 99
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سيدنا مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ سيدنا مُحَمَّد

Dukacita untuk Hamzah

Tidak cukup menganiaya mayat Hamzah. Hindun binti Utbah bersama wanita-wanita lain menganiaya mayat kaum muslimin. Melihat semua itu, Abu Sufyan menghampiri seorang muslim dan berkata, 

"Mayat-mayatmu telah mengalami penganiayaan. Akan tetapi, aku sungguh tidak senang juga tidak benci. Aku tidak melarang, juga tidak memerintahkan."

Selesai menguburkan mayat-mayat temannya sendiri, Quraisy pun pergi. Sekarang, kaum muslimin kembali ke garis depan untuk menshalatkan dan menguburkan mayat-mayat para syuhada. Rasulullah ﷺ berkeliling medan tempur mencari jasad pamannya, Hamzah. Ketika dilihatnya jasad Hamzah sudah dianiaya dengan perut yang sudah terurai,  beliau merasa sedih, sedih sekali sampai beliau berkata, 

"Takkan pernah ada orang mengalami malapetaka seperti ini."
"Belum pernah aku menyaksikan suatu peristiwa yang begitu menimbulkan amarahku seperti kejadian ini."

Selanjutnya beliau bersabda, 

"Demi Allah, kalau pada suatu ketika Allah memberikan kemenangan kepada kami melawan mereka, akan kuaniaya mereka dengan cara yang belum pernah dilakukan oleh orang Arab."

Nah saat itulah, turun firman Allah Quran surat An-Nahl 16 ayat 126-127 yang artinya:

وَإِنْ عَاقَبْتُمْ فَعَاقِبُوا بِمِثْلِ مَا عُوقِبْتُمْ بِهِ ۖ وَلَئِنْ صَبَرْتُمْ لَهُوَ خَيْرٌ لِلصَّابِرِينَ
Surah An-Nahl (16:126)
Dan jika kamu membalas, maka balaslah dengan balasan yang sama dengan siksaan yang ditimpakan kepadamu. Akan tetapi jika kamu bersabar, sesungguhnya itulah yang lebih baik bagi orang-orang yang sabar.

وَاصْبِرْ وَمَا صَبْرُكَ إِلَّا بِاللَّهِ ۚ وَلَا تَحْزَنْ عَلَيْهِمْ وَلَا تَكُ فِي ضَيْقٍ مِمَّا يَمْكُرُونَ
Surah An-Nahl (16:127)
Dan bersabarlah (hai Muhammad) dan kesabaranmu itu semata-mata dengan pertolongan Allah dan janganlah kamu bersedih hati terhadap (kekafiran) mereka dan jangan (pula) kamu bersempit dada terhadap apa yang mereka tipu dayakan.

Setelah Firman itu turun, Rasulullah ﷺ memaafkan pihak musuh. Ditabahkannya hatinya dan beliau melarang orang melakukan penganiayaan. 

Di jalan, Rasulullah ﷺ mendengar para wanita Bani Asyhal menangisi para syuhadanya. 

"Tidak ada wanita yang menangisi Hamzah," ujar Rasul. 

Mendengar ini, Saad bin Muadz menyuruh para wanita Bani Asyhal menangis untuk Hamzah. 

Rasulullah ﷺ bergegas menemui mereka dan bersabda, 
"Bukan ini yang saya maksudkan. Pulanglah, semoga Allah memberikan rahmat dan tidak boleh menangis lagi setelah hari ini."


Abdullah bin Ubay

Rasulullah ﷺ pulang ke Madinah dengan beban pikiran yang cukup berat. Fatimah Az-Zahra, putri beliau, membasuh luka-luka ayahnya dengan air. 

Ternyata, para tawanan perang Badar yang dulu dikasihani dan dibebaskan kembali memerangi kaum muslimin. 

Rasulullah ﷺ teringat lagi kata-kata Umar Bin Khattab dulu, 
"Ya Rasulullah, bunuh orang-orang ini agar tidak seorang pun berpidato mengobarkan api kebencian terhadap dirimu."

Orang muslim pantang berbuat kesalahan untuk kedua kalinya. Karena itu, beliau memerintahkan untuk membunuh seorang tawanan yang tertangkap. Orang itu adalah tawanan perang Badar yang sudah dibebaskan.

Rasulullah ﷺ juga memikirkan belas kasihan yang diberikan kaum muslimin kepada pihak musuh. Semua muslim menahan pedang ketika mereka menemui Hindun di medan perang. Padahal, jika dia dibunuh tidak akan terjadi Hamzah disiksa sedemikian rupa. 

Pembunuh Hamzah yang berkulit hitam itu sebenarnya juga tidak tahu wajah Hamzah. Hindunlah yang menunjukkannya. 

Pasukan Quraisy yang telah lari lintang pukang juga tidak akan kembali lagi untuk menyerang, apabila tidak dikejar oleh Hindun dan diberitahukan bahwa kaum muslimin tengah diserang Khalid bin Walid dari belakang.

Kemudian Rasulullah ﷺ pergi ke masjid. Di sana, beliau melihat ada tangis penyesalan pasukan panah yang telah jelas-jelas melanggar perintah Rasulullah ﷺ. 
Hati beliau amat lembut karena itu beliau memaafkan mereka semua. 

Sebelum itu, di sana beliau melihat Abdullah bin Ubay tengah berpidato agar orang-orang mencintai Rasulullah ﷺ. 
Inilah gembong kaum munafik yang telah membujuk 300 orang prajurit kembali ke Madinah.  Beberapa sahabat yang ikut ke Uhud melompat ke arah Abdullah bin Ubay, lalu menarik bajunya sampai terhuyung-huyung. 

"Mengapa kalian menyerangku pada saat aku menganjurkan kepada orang-orang agar patuh dan cinta kepada Muhammad?," demikian Abdullah bin Ubay menjerit.

Umar Bin Khattab meminta izin untuk membunuh si pengkhianat itu, namun sekali lagi, Rasulullah ﷺ melarangnya. 


Bersambung…
https://my.w.tt/AOwGvjIvQ7

KISAH RASULULLAH ﷺ : Rasullulah Terluka

KISAH RASULULLAH ﷺ
Bagian 98
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سيدنا مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ سيدنا مُحَمَّد


Rasulullah Terluka

Begitu orang Quraisy mendengar Rasulullah ﷺ terbunuh, seperti banjir,  mereka mengalir ke tempat di mana Rasulullah ﷺ berada.  Semuanya berlomba ingin mengakui bahwa merekalah yang membunuh Rasulullah ﷺ  atau ikut memegang peranan di dalamnya. Tentu hal itu akan dapat mereka banggakan sampai ke anak cucu mereka.   

Ketika itulah, kaum muslimin yang berada di sekeliling Rasulullah ﷺ tersentak sadar. Mereka bergerak mengelilingi, menjaga, dan melindungi Rasulullah ﷺ yang amat mereka cintai. Iman mereka kembali tergugah memenuhi jiwa. Semangat mereka melambung lagi untuk meraih surga. Kekhawatiran yang amat sangat akan keselamatan Rasulullah ﷺ membuat mereka kembali mendambakan mati. Hidup di dunia ini terasa tak ada artinya lagi jika Rasulullah ﷺ gugur dalam lindungan mereka.

Saat itu, sebuah batu melayang dan menghantam wajah Rasulullah ﷺ. Batu itu dilemparkan oleh Utbah bin Abi Waqqash. Gigi geraham Rasulullah ﷺ rontok dan wajah beliau berdarah. Bibir Rasulullah ﷺ pecah-pecah. Dua keping lingkaran topi besi yang menutupi wajah beliau bengkok menghimpit pipi Rasulullah ﷺ. Melihat hal itu, iman dan keberanian para sahabat di sekeliling Rasulullah ﷺ semakin besar. Harga diri mereka sangat terluka melihat luka yang dialami Rasulullah ﷺ.

Setelah terhuyung sejenak akibat hantaman batu yang demikian keras. Rasulullah ﷺ kembali dapat menguasai diri. Beliau terus berjalan ke tempat aman dikelilingi para sahabat yang setia. Tiba-tiba Rasulullah ﷺ terperosok ke dalam sebuah lubang. Lubang itu sengaja digali oleh Abu Amir untuk menjerumuskan kaum Muslimin. Cepat-cepat, Ali bin Abi Tholib menghampiri, meraih dan memegang tangan Rasulullah ﷺ. Thalhah bin Ubaidillah membantu mengangkat beliau hingga dapat berdiri kembali. Kemudian, bersama para sahabatnya, Rasulullah ﷺ berjalan terus mendaki gunung Uhud. Tempat itu merupakan satu-satunya peluang bagi beliau untuk menghindari kejaran musuh.

Keadaan mengenaskan yang menimpa Rasulullah ﷺ itulah yang menghidupkan kembali semangat juang di hati para sahabat. 


Rela Mati demi Rasulullah

Hari sudah menjelang tengah hari. Saat itu, Ummu Umaroh seorang muslimah Anshar,  tengah berkeliling membagikan air kepada kaum muslimin yang tengah berjuang. Namun, begitu dilihatnya kaum muslimin mundur. Ummu Umarah melemparkan tempat airnya. Ia mencabut pedang dan terjun ke dalam pertempuran. Tujuannya hanya satu, melindungi Rasulullah ﷺ walau harus mati. Ummu Umarah  menebas musuh dan menembakkan panah sampai tubuhnya sendiri dipenuhi banyak luka. 

Sementara itu, Abu Dujanah menjadikan punggungnya sebagai perisai Rasulullah ﷺ. Beberapa panah yang melayang ke arah Rasulullah ﷺ tertahan di punggung Abu Dujannah. 
Di samping Rasulullah ﷺ, Saad bin Abi Waqqash berdiri melepaskan panahnya untuk menahan musuh. Rasulullah ﷺ memberikan anak panah ke pada Saad sambil berkata, 

"Lepaskan anak panah itu! Kupertaruhkan Ibu bapakku untukmu." 

Rasulullah ﷺ sendiri terus menembakkan anak panah sampai ujung busurnya patah. 

Beberapa sahabat, termasuk Abu Bakar dan Umar Bin Khattab, tidak mengetahui kalau Rasulullah ﷺ masih hidup. Mereka mengira Rasulullah ﷺ  telah gugur mengingat begitu membanjirnya pasukan musuh menyerbu ke tempat Rasulullah ﷺ berada. Keduanya pergi ke arah gunung dengan kepala tertunduk pasrah. Anas bin Nadzir bertanya kepada mereka, 

"Mengapa kalian duduk-duduk di sini?."

"Rasulullah sudah terbunuh," jawab keduanya.

"Perlu apalagi kita hidup sesudah itu? Bangunlah! Dan biarlah kita juga mati untuk tujuan yang sama!."

Setelah berkata begitu, Anas bin Nadzir menyerbu musuh, bertempur dengan gagah tiada taranya. Dia baru mendapatkan syahid setelah ditebas 70 kali. Begitu rusak tubuh Anas bin Nadhir sampai tidak seorang pun mengenali jasadnya kecuali adik perempuannya yang mengenali Anas dari ciri yang terdapat pada ujung jarinya. Abu Sufyan yang yakin sekali bahwa Rasulullah ﷺ telah gugur, sibuk mencari-cari mayat beliau di tengah korban-korban Muslim. 


Akhir Pertempuran

Ketika orang Quraisy berteriak-teriak bahwa Muhammad telah mati. Rasulullah ﷺ  menyuruh para sahabat agar tidak membantahnya. Hal itu untuk menghindari lebih banyak lagi serbuan musuh ke arah beliau. Namun, begitu Ka'ab bin Malik datang mendekat, ia mengenali Rasulullah ﷺ. Ketika melihat mata Rasulullah ﷺ  yang berkilau di balik helm bajanya, kemudian ia berteriak,

"Saudara-saudara kaum muslimin!," teriak Ka'ab amat gembira. 

"Selamat! Selamat! ini Rasulullah ﷺ."

Rasulullah ﷺ memberi isyarat agar Ka'ab berhenti berteriak. Kaum muslimin berdatangan dan mengangkat Rasulullah ﷺ tercinta. Kemudian bersama-sama beliau mereka mendaki gunung Uhud ke sebuah celah Bukit.

Teriakan Ka'ab terdengar juga oleh pihak Quraisy. Sebagian besar dari mereka tidak mempercayai teriakan itu. Namun, ada beberapa yang segera pergi mengikuti rombongan Rasulullah ﷺ dari belakang. Ubay bin Khalaf dapat menyusul rombongan Rasulullah ﷺ sambil bertanya, 

"Mana Muhammad, Aku tidak akan selamat kalau dia masih hidup." 

Seketika itu juga Rasulullah ﷺ mengambil tombak Haris bin Shimma, lalu dengan sangat cepat Rasulullah ﷺ melemparnya ke arah Ubay Bin Khalaf. Ubay pun terhuyung-huyung di atas kudanya, lalu berusaha kembali pulang dan mati di tengah jalan.

Sesampainya pasukan muslim di ujung bukit, Ali bin Abi Tholib pergi mengambil air. Air dalam perisai kulitnya. Ali membasuh darah di wajah Rasulullah ﷺ dan menyiram kepada beliau dengan air. 
Dua keping besi di pipi Rasulullah ﷺ dicabut oleh Abu Ubaidah bin Al Jarrah. Begitu kerasnya, sampai 2 gigi seri Abu Ubaidah tanggal. 

Tiba-tiba pasukan berkuda Khalid bin Walid tiba di atas bukit, namun dengan sigap Umar Bin Khattab dan beberapa prajurit Muslim menyerang dan mengusir mereka untuk mundur. 

Kaum muslimin telah begitu tinggi mendaki gunung, keadaan mereka begitu payah dan letih, sampai Rasulullah memimpin mereka sholat sambil duduk.

Pihak Quraisy amat gembira dengan kemenangan mereka. Mereka menganggap telah sungguh-sungguh membalas dendam atas kekalahan di Badar. 

Abu Sufyan berkata, 

"Yang sekarang ini untuk peristiwa Perang Badar. Sampai jumpa lagi tahun depan."


Bersambung... 
https://my.w.tt/AOwGvjIvQ7

KISAH RASULULLAH ﷺ : TERGIUR HARTA

KISAH RASULULLAH ﷺ
BAGIAN 97
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سيدنا مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ سيدنا مُحَمَّد

TERGIUR HARTA

Kaum muslimin terus mengejar musuh ke mana pun sampai mereka meletakkan senjata. Harta benda dan rampasan berserakan di medan pertempuran. Kuda-kuda yang tangguh,  baju besi, unta-unta tanpa tuan berkeliaran penuh muatan,  setumpuk makanan lezat, dan perhiasan-perhiasan mahal,  belum lagi para wanita Quraisy yang dengan mudah dapat mereka tawan.

Harta sebanyak itu dalam sekejap saja membuat silau pasukan muslim. Harta yang berserakan itu membuat mereka lupa bahwa sesuai dengan perintah Rasulullah ﷺ,  mereka harus terus mengejar musuh sampai kekuatan lawan benar-benar tercerai-berai sehingga tidak mampu berkumpul lagi untuk balas menyerang.

Semua ini terlihat oleh pasukan panah di lereng gunung. Mereka tidak dapat lagi menahan keinginan untuk juga merebut harta rampasan yang bergeletakan di mana-mana.

"Mengapa kita masih tinggal di sini, saya akan tidak mendapatkan apa-apa?" tanya salah seorang.  

"Allah telah menghancurkan musuh kita, mereka, saudara-saudara kita juga sudah merebut markas musuh. Ke sanalah juga kita ikut mengambil rampasan itu." 

Namun salah seorang membentak: 

"Bukankah Rasulullah ﷺ sudah berpesan "Jangan meninggalkan tempat kita ini?" 
"Sekali pun kami diserang,  janganlah kami dibantu!" Bukankah demikian kata beliau?"

"Rasulullah ﷺ tidak menghendaki kita tinggal di sini terus menerus setelah Allah menghancurkan kaum musyrik itu." 

Abdullah bin Jubair maju untuk menengahi perdebatan itu. Ia berpidato agar mereka itu jangan melanggar perintah Rasulullah ﷺ. 
Akan tetapi, ada sebagian besar pasukannya tidak mau patuh. Mereka pun kemudian turun dari lereng gunung yang masih tinggi. Yang masih tinggal hanya beberapa orang saja. Pasukkan yang bergegas turun itu bergabung dengan pasukan muslim yang lain dan ikut memperebutkan harta rampasan.

Jadi sebagian besar pasukan panah sekarang sudah melupakan disiplin. Mereka lupa kalau kedisiplinan dan keimananlah yang membuat mereka mampu memukul musuh. Kini mereka tengah melupakan iman dan memperebutkan harta dunia. 
Kesempatan ini tidak disia-siakan oleh seorang pemimpin Quraisy yang terkenal lihai dan gagah.

BENCANA

Khalid bin Walid yang sampai saat itu telah menjaga pasukannya agar tidak bentrok dalam pertempuran, kini melihat kesempatan baik itu. Ia mengerti bahwa saatnya tiba untuk bergerak. Khalid bergerak sekuat-kuatnya memberi Komando. Pasukan berkudanya pun mulai bergerak. Semakin cepat dan semakin cepat. Mereka memutari gunung uhud yang kini tidak dijaga lagi oleh pasukan panah. Dengan ganas pasukan kavaleri Khalid menyerang pasukan muslim dari belakang. 

Mendengar teriakan perang Khalid bin Walid, pasukan Quraisy yang telah berlarian mundur kini kembali lagi. Mereka melihat kesempatan untuk menyerang balik saat itu. Mereka ingat untuk tidak membiarkan harta dan kaum wanita mereka direbut pasukan muslim.

Kini keadaan jadi berbalik, giliran pasukan muslim yang mendapat pukulan sangat hebat. 
Begitu tahu mereka diserang dari depan dan belakang, setiap muslim melemparkan harta yang telah mereka kumpulkan, dan kembali mencabut pedang. Namun sayang, sayang sekali! Barisan Muslim sudah pontang-panting. Komandan-komandan kesatuan muslim sudah tidak lagi melihat pasukannya, ada di dekat mereka. Pasukan muslim yang tadinya berjuang untuk menyelamatkan Iman, kini berjuang tercerai-berai untuk menyelamatkan diri. Tadinya mereka berjuang di bawah satu pemimpin yang kuat, kini berjuang tanpa pemimpin lagi. 

Begitu paniknya keadaan pasukan muslim sampai beberapa dari mereka malah menghantam saudaranya sendiri dengan pedang. Keadaan tambah mengguncangkan Iman ketika mendengar ada yang berteriak-teriak,  "Rasulullah telah terbunuh, Rasulullah telah terbunuh !"

Hampir setiap orang pasukan muslim sekarang berusaha melepaskan diri dari kepungan di tempat aman. Kecuali beberapa sahabat yang tetap berjuang dengan Istiqomah dari awal, seperti Ali bin Abi Thalib dan beberapa orang lainnya.

**Di kemudian hari, Khalid bin Walid akan masuk Islam pada zaman Abu Bakar pada saat terjadi pemberontakan di mana-mana. 
Abu Bakar mengangkat Khalid menjadi Panglima seraya berkata,

"Aku pernah mendengar Rasulullah bersabda bahwa sebaik-baik hamba Allah dan kawan sepergaulan ialah Khalid bin Walid, sebilah pedang di antara pedang-pedang Allah yang ditembuskan kepada orang-orang kafir dan munafik.

Bersambung…
https://my.w.tt/AOwGvjIvQ7

KISAH RASULULLAH ﷺ : Bagian ‎30Seruan dari Bukit Shafa

KISAH RASULULLAH ﷺ
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سيدنا مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ سيدنا مُحَمَّد
Bagian 30

Seruan dari Bukit Shafa

Rasulullah ﷺ menaiki Bukit Shafa. Kemudian dengan suara lantang, beliau memanggil-manggil, 
"Wahai orang-orang Quraisy! Wahai orang-orang Quraisy!."

Penduduk Mekah yang sibuk dengan urusannya terkejut dan menoleh.
"Muhammad berseru dari atas Shafa!," seru mereka.

Seketika, orang-orang datang berduyun sambil bertanya-tanya khawatir, 
"Ada apa?."

Rasulullah SAW memandang kerumunan orang di bawah yang menatapnya dengan wajah penuh tanda tanya.

"Bagaimana pendapat kalian kalau kuberi tahu bahwa di balik-bukit ini ada pasukan berkuda yang siap menyerbu. Percayakah kamu kepadaku?," 
tanya Rasulullah ﷺ.

"Kami percaya!," jawab orang-orang yang berkerumun itu. 

"Kami tidak akan meragukan kata-katamu. Tidak pernah kami mendengar engkau berdusta."

Rasulullah ﷺ menarik napas dan menyampaikan seruannya, 

"Aku mengingatkan kalian sebelum datang siksa yang amat berat! Wahai orang-orang Quraisy, Allah memerintahkan aku untuk memberi peringatan kepada kalian bahwa yang terbaik bagi kehidupan dunia dan akhirat adalah mengucapkan kalimat 'Laa ilaaha illallaah Muhammadur-rasuulullaah."

Sejenak orang-orang tampak terpesona. Namun, Abu Lahab yang juga hadir di situ, dengan cepat naik darah. Ia berseru keras-keras mencaci Rasulullah ﷺ, 

"Celaka engkau, Muhammad!  Binasa dan celakalah seluruh hari-harimu! Hanya untuk omong kosong itukah kamu mengumpulkan kami?."

Rasulullah ﷺ tidak berkata apa-apa dihina sekeras itu. Beliau hanya menatap tajam wajah Abu Lahab. Setelah teriakan Abu Lahab itu, orang-orang Quraisy seperti disadarkan dari rasa terpesonanya. Mereka bubar dengan bermacam tingkah. Ada yang mengerutkan kening, ada yang berbisik-bisik, ada yang melirik Rasulullah SAW sambil tersenyum mencibir.

Hinaan Abu Lahab itu tidak dibiarkan Allah.Turunlah firman yang mengutuk perbuatan itu.

Turunnya Surat Al-Lahab

Allah berfirman: mengutuk Abu Lahab 
تَبَّتْ يَدَا أَبِي لَهَبٍ وَتَبَّ
Binasalah kedua tangan Abu Lahab dan sesungguhnya dia akan binasa.
Surah Al-Lahab (111:1)

مَا أَغْنَىٰ عَنْهُ مَالُهُ وَمَا كَسَبَ
Tidaklah berfaedah kepadanya harta bendanya dan apa yang ia usahakan.
Surah Al-Lahab (111:2)

سَيَصْلَىٰ نَارًا ذَاتَ لَهَبٍ
Kelak dia akan masuk ke dalam api yang bergejolak.
Surah Al-Lahab (111:3)

وَامْرَأَتُهُ حَمَّالَةَ الْحَطَبِ
Dan (begitu pula) istrinya, pembawa kayu bakar.
Surah Al-Lahab (111:4)

فِي جِيدِهَا حَبْلٌ مِنْ مَسَدٍ
Yang di lehernya ada tali dari sabut.
Surah Al-Lahab (111:5)

Wahai Abu Lahab, sekarang apa yang akan engkau katakan? Dengarlah, keponakanmu Muhammad tidak akan pernah lagi bungkam terhadap orang yang menentangnya. Keponakanmu Muhammad tidak akan pernah lagi menerima caci maki dan hinaan dari siapa pun, sekali pun dari pamannya sendiri. Jika caci maki itu ditujukan pada ajaran Allah yang dibawanya, keponakanmu, Muhammad, bahkan siap terjun ke medan laga untuk menghadapi orang-orang yang sombong dan congkak seperti dirimu.

Wahai Abu Lahab dengarkanlah! Dengarkanlah firman Allah yang baru turun itu! Bukankah firman itu seperti gelegar petir yang menyambar dirimu?

Dirimulah yang binasa, Abu Lahab! Seluruh hari-harimulah yang binasa! Binasalah kedua tanganmu dan sungguh engkau akan benar-benar binasa!

Abu Lahab

Nama asli Abu Lahab adalah Abdul Uzza. Abu Lahab artinya si "Umpan Api".
Bisa dibayangkan betapa sakitnya hati Rasulullah ﷺ dihina Abu Lahab. Abu Lahab adalah paman Rasulullah ﷺ. 
Lebih dari itu Rasulullah SAW menikahkan kedua putrinya, Ruqayyah dan Ummu Kultsum dengan kedua putra Abu Lahab, Utbah dan Utaibah.

Ummu Jamil

Selain Abu Lahab, ada seorang lagi yang amat murka dengan turunnya Surat Al-Lahab. Dia adalah Ummu Jamil, istri Abu Lahab. Begitu mendengar bunyi Surat Al-Lahab yang  disampaikan orang kepadanya, hati Ummu Jamil menggelegak marah. Ia keluar rumah dan berjalan ke sana ke mari mencari sasaran pelampaisan kemarahan. Tidak lama kemudian, ia bertemu dengan Abu Bakar. Amarahnya naik ke ubun ubun.

"Apa maksud temanmu melantunkan syair tentang diriku?," bentak Ummu Jamil kepada Abu Bakar.

Abu Bakar mengerti bahwa yang dimaksud Ummu Jamil adalah Rasulullah. Sebenarnya, saat itu Rasulullah ﷺ ada di sisi Abu Bakar, tetapi Allah menutupi beliau dari pandangan Ummu Jamil.

"Demi Allah, temanku itu tidak pandai bersyair!," sanggah Abu Bakar.

"Bukankah temanmu itu mengatakan bahwa di leherku ada tali dari sabut yang dipintal?."

Ummu Jamil meraba-raba lehernya. Di leher itu, ada untaian kalung yang amat indah. Ia mempertontonkan perhiasannya itu kepada Abu Bakar sampai Abu Bakar merasa jengah dan memalingkan wajahnya.

"Inilah tali sabut yang dimaksud temanmu itu?," ejek Ummu Jamil sambil tersenyum. "Tidakkah ini merupakan tali sabut paling indah di dunia?."

Ummu Jamil kemudian berlenggak-lenggok genit sambil mempermainkan kalungnya. Ia tertawa dengan congkak. Abu Bakar tidak membalas, beliau cuma memejamkan mata.

Melihat Abu Bakar yang tetap tenang, Ummu Jamil melengos pergi sambil mengomel, 

"Semua orang Quraisy tahu bahwa aku adalah putri kebanggaan mereka!."

Ummu Jamil adalah wanita yang sangat cantik. Ummu Jamil berarti "Ibu Kecantikan". Namun, seperti suaminya, Ummu Jamil sangat membenci Rasulullah dan kaum Muslimin. Begitu bencinya sampai ia menyuruh budak-budaknya melemparkan kotoran dan batu kepada Rasulullah setiap kali beliau lewat.

Bersambung...

Selasa, 02 Februari 2021

KISAH RASULULLAH ﷺ : Syahidnya Hamzah

KISAH RASULULLAH ﷺ
Bagian 96
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سيدنا مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ سيدنا مُحَمَّد


Syahidnya Hamzah

Di kemudian hari, ketika ia sudah memeluk Islam, Wahsyi menceritakan peristiwa Uhud dengan air mata duka dan penyesalan. 

"Setelah dijanjikan hadiah dan kebebasan, aku berangkat bersama pasukan Quraisy. Aku adalah orang Habasyah yang jika sudah melemparkan tombak dengan cara Habasyiyah, jarang sekali meleset." 

Ketika terjadi pertempuran, kucari Hamzah dan kuincar dia. Kemudian, kulihat dia di tengah-tengah orang banyak itu, seperti seekor unta kelabu sedang membabati orang dengan pedangnya. Lalu tombak kuayun-ayunkan, dan setelah merasa pasti sekali arah sasaran, baru kulemparkan tombak itu tepat mengenai bagian bawah perut Hamzah dan keluar di antara kedua kakinya. Kubiarkan tombak itu sampai dia mati. Sesudah itu, kuhampiri dia dan kuambil tombak ku itu, lalu aku kembali ke markas dan berdiam di sana sebab sudah tidak ada lagi tugas selain itu. Kubunuh dia hanya supaya aku dimerdekakan saja dari perbudakan. Sesudah pulang ke Mekah, aku memang dimerdekakan."

Hamzah bin Abdul Muththalib adalah pahlawan Arab yang terkenal dan paling berani. Pada Perang Uhud itu, ia yang menjelma menjadi singa Allah yang perkasa. 
Dibunuhnya Artha bin Abdul Syurahbil dan beberapa orang pemuka Quraisy lainnya. Setiap lawan di hadapannya dirobohkan dengan pedangnya dan setelah itu dihadapinya lawan yang lain. 

Pada akhir pertempuran dengan tergesa-gesa Hindun mendatangi jasad Hamzah. Wanita itu kemudian mengambil jantung Hamzah dan memakannya begitu saja, sambil menari-nari.

Tubuh Hamzah ditemukan Rasulullah ﷺ dalam keadaan tercabik-cabik. 

Kaum muslimin bertempur dengan gagah, tetapi tidak semuanya mendapatkan surga. 
Contohnya adalah Qusman. Ia adalah seorang munafik. Semula, Ia tidak berangkat perang, tetapi para wanita menghinanya. 

"Qusman tidak malu kau seperti perempuan saja, semua orang berangkat perang, sedang kau berdiam diri dalam rumah!." 

Dengan berang Qusman mengambil panah dan pedang, lalu pergi bertempur. Ia bertempur dengan gagah dan berhasil membunuh banyak sekali lawan. Menjelang senja, setelah membunuh paling sedikitnya 7 orang musuh, ia pun membunuh dirinya.

"Qusman, beruntung engkau mati syahid," ujar Abdul Khaidaq melihat Quzman sekarat. 

"Tidak, jawab Qusman sebelum mati, 
"Saya bertempur bukan demi Islam tapi sekedar menjaga kehormatan saya dan untuk menjaga nama baik keluarga kami. Kalau tidak karena itu, saya tidak akan berperang."


Quraisy Terpukul

Kemenangan kaum muslimin dalam Perang Uhud pada pagi hari itu benar-benar di luar dugaan. Benar sekali bahwa kemenangan pada pagi itu disebabkan kepandaian Rasulullah ﷺ dalam mengatur pasukannya. Beliau yang menempatkan pasukan panah di bukit, hingga barisan berkuda musuh tertahan tidak bisa maju.

Lebih tepat lagi jika dikatakan bahwa kemenangan pagi itu disebabkan keimanan yang sungguh-sungguh. Pasukan muslim begitu yakin bahwa mereka berada di pihak yang benar, sehingga walaupun dengan perlengkapan yang minim, mereka dapat mendesak pasukan musuh yang hampir 5 kali lipat lebih kuat. Inilah rahasia mukjizat kepahlawanan yang tidak bisa digunakan oleh kekuatan materi sebesar apa pun. 

Kesatuan-kesatuan Quraisy yang sudah kelabakan mulai mundur. 
Abu Sufyan terpaksa mengumpulkan pasukannya di bagian tengah. 
Sayap kiri di bawah pimpinan Ikrimah sudah berlarian mundur. 

Hanya Khalid bin Walid dan pasukannya di sayap kanan yang masih menjaga diri di tempat yang agak jauh. Kelihatannya, Khalid masih menghindarkan diri dari bentrokan dan ia menunggu kesempatan baik untuk melancarkan serangan.

Kenangan pahit akan kekalahan Badar tiba-tiba terlintas lagi di benak para prajurit Quraisy yang berlarian mundur. Pasukan muslim mendesak terus sampai ke jantung pertahanan musuh. 

Saat seorang pembawa bendera Quraisy jatuh bersimbah darah, orang lain segera menggantikannya. Namun, Ia juga segera ditebas jatuh. Orang ketiga tampil bertahan tetapi tidak lama kemudian Ia pun segera jatuh tak bernyawa.

Hindun berteriak-teriak memberi semangat dan berusaha mencegah orang-orang yang mundur. 
Pasukan Quraisy sudah tidak ingat lagi, bahwa mereka dikerumuni para wanita. Sudah tidak peduli lagi melihat berhala-berhala yang mereka bawa agar memberikan restunya,  tetapi malah terjatuh dari atas unta.

Pasukan Quraisy tidak lagi memusingkan kenyataan bahwa wanita-wanita mereka akan tertawan dan harta benda mereka yang jumlahnya melimpah itu akan dirampas musuh. Semua dihantui rasa takut, Mundur! Mundur! Selamatkan diri ke tempat aman. Hanya itu yang mereka pikirkan. 

Sayang sekali, justru pada saat itulah pasukan muslim melakukan kesalahan fatal.


Bersambung...
https://my.w.tt/AOwGvjIvQ7

KISAH RASULULLAH ﷺ : Perang Badr

KISAH RASULULLAH ﷺ
Bagian 95
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سيدنا مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ سيدنا مُحَمَّد

Kedua belah pihak kini  sudah siap bertempur. Masing-masing sudah menyiapkan seluruh kekuatan terbaiknya kepada lawan. 
Yang selalu teringat oleh orang-orang Quraisy adalah peristiwa Badar dan korban-korbannya. Sementara itu yang selalu teringat oleh kaum Muslimin adalah Allah serta pertolongan-Nya.

Rasulullah ﷺ berpidato di hadapan pasukannya dan memberi semangat dalam menghadapi pertempuran. Beliau berjanji bahwa pasukannya akan mendapatkan kemenangan, asalkan mereka tabah.

Beliau kemudian mencabut sebilah pedang, mengacungkannya, dan bertanya, 

"Siapa yang sanggup memegang pedang ini agar diperlakukan sesuai dengan tugasnya?."

Beberapa orang tampil, tetapi pedang itu tidak pula diberikan Rasulullah ﷺ. Siapakah kiranya pendekar muslim yang mendapatkan kehormatan untuk menggunakan pedang Rasulullah ﷺ tersebut?


Abu Dujanah

Kemudian tampillah Abu Dujanah Simak bin Kharasyah dari Banu Sa'idah. Ia bertanya, 

"Apa tugasnya, ya Rasulullah?."

"Tugasnya ialah menghantamkannya kepada musuh sampai bengkok!," demikian jawab Rasulullah ﷺ."

Ketika Abu Dujannah menyanggupi, Rasulullah ﷺ pun memberikan pedang itu kepadanya. Abu Dujanah adalah laki-laki yang sangat berani. Ia mengeluarkan pita merah, lalu teman-temannya bergumam, 

"Lihat Abu Dujanah telah mengeluarkan pita mautnya!."

Semua orang mengetahui bahwa Abu Dujanah sudah siap bertempur apabila ia telah mengeluarkan pita merahnya itu. Pita itu diikatkan di kepala, kemudian ia berjalan dengan angkuh dan berlagak di tengah-tengah pasukan seperti yang biasa ia lakukan apabila sudah siap menghadapi pertempuran.

Rasulullah ﷺ melihat perilaku Abu Dujanah itu kemudian bersabda, 

"Cara berjalan seperti itu sangat dibenci Allah, kecuali dalam pertempuran seperti ini."

Rasulullah ﷺ memberikan kepercayaan kepada Mushab bin Umair untuk memegang bendera pasukan. Hamzah bin Abdul-Muththalib berada di barisan terdepan didampingi Abu Dujanah, Ali bin Abi Thalib,  Sa’ad bin Abi Waqqash, Umar bin Khattab, dan Abu Ubaidah bin Jarrah.

Orang pertama yang mencetuskan pertempuran adalah Abu Amir Abdul Hamid bin Shaifi Al Ausi. Ia sebenarnya berasal dari suku Aus, tetapi sengaja pindah dari Madinah ke Mekkah untuk mengobarkan semangat Quraisy agar memerangi Rasulullah ﷺ. Ia tidak ikut dalam Perang Badar.  Kini ia terjun dalam Perang Uhud dengan membawa limabelas orang dari suku Aus. Selain itu, beberapa budak penduduk Mekah juga bergabung dengan regunya. 

Abu Amir maju ke depan dan memanggil-manggil kaum muslimin dari golongan Aus. Menurut dugaannya, orang-orang Islam dari Aus itu akan menuruti panggilannya dan memihak Quraisy.

"Saudara-saudara dari Aus! Saya adalah Abu Amir!," demikian panggilnya berkali-kali.
Akan tetapi, kaum muslimin dari kalangan Aus membalas dengan teriakan pula, 

"Allah tidak akan memberikan kesenangan kepadamu, durhaka!."

Kemudian pertempuran pun pecah!

Rasulullah ﷺ bersabda, 

"Ditempatkan di bagian terdepan dari jalan Allah selama 1 hari lebih baik daripada dunia dan segala isinya!," beliau juga berkata, 

"Setiap orang yang gugur telah menyelesaikan tugas sepenuhnya, kecuali orang yang berada di bagian terdepan dari jalan Allah karena amalnya akan terus bertambah sampai hari kebangkitan."


Pertempuran

700 orang beriman melawan 3.000 orang musyrik! 

Sayap kiri Quraisy yang terdiri atas pasukan Pemuda dan Kavaleri pimpinan Ikrimah bin Abu Jahal pun bergerak maju. Mereka berusaha menyerang pasukan muslim dari samping. 
Namun,  pasukan pemanah muslim menghujani mereka dengan panah dan batu. Abu Amir dan para pengikutnya dibuat mundur tunggang-langgang.

Saat itu Hamzah bin Abdul-Muththalib terjun ke tengah pertempuran sambil meneriakkan teriakan tempur Uhud yang terkenal.  "Mati! Mati!." 

Tholhah bin Abu Talhah yang membawa Bendera Quraisy berteriak,  
"Siapa yang akan berduel denganku?."

Ali bin Abi Thalib pun maju. Dengan tangkas dan sangat cepat. Ali menebas lawannya itu sampai terbelah dua. Melihat hal itu Rasulullah ﷺ menjadi lega. 
Seketika, takbir pun berkumandang dari barisan muslimin. Rasulullah ﷺ memerintahkan pasukan muslim melancarkan serangan. 

Abu Dujanah mengamuk! Dibunuhnya setiap lawan. Barisan orang musyrik jadi kacau balau. Kemudian ia melihat seseorang sedang mencincang tubuh seorang muslim dengan amat keji.

Amarah Abu Dujanah bangkit! Ia melompat dan hendak menebas orang itu dengan sekali ayunan. Tapi saat itu dilihatnya sasarannya ternyata Hindun bin Utbah. Abu Dujanah mundur dan menyerang ke arah lain. Terlalu mulia rasanya apabila Pedang Rasulullah ﷺ dihantamkan pada seorang wanita.

Orang-orang Quraisy pun balas menyerang dengan sangat keras. Darah mereka mendidih mengingat kematian para pemimpin mereka pada Perang Badar. Di belakang mereka, kaum wanita mengobarkan semangat. 

Tidak sedikit para budak yang akan dijanjikan kebebasan apabila berhasil membalaskan dendam kematian seorang bapak, saudara suami, atau orang orang tercinta dari majikan mereka. 

Hindun bin Utbah sangat mendendam kepada Hamzah. Ia telah menjanjikan hadiah besar dan kebebasan kepada seorang budak apabila berhasil membunuh Hamzah. Kini, Wahsyi mulai menjalankan tugasnya. Ia mengendap dengan lincah kesana kemari untuk mencari di mana Hamzah bin Abdul-Muththalib berada.


Bersambung...
https://my.w.tt/AOwGvjIvQ7

Sabtu, 30 Januari 2021

KISAH RASULULLAH ﷺ : Baju Perang Rasulullah

KISAH RASULULLAH ﷺ
Bagian 94
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سيدنا مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ سيدنا مُحَمَّد

Baju Perang Rasulullah

Selepas sholat Ashar, Rasulullah ﷺ masuk ke rumah untuk mempersiapkan diri. Abu Bakar dan Umar membantu Rasulullah ﷺ mengenakan sorban, pedang, dan baju besi. Ketika Rasulullah ﷺ di rumah para sahabat di luar sedang ramai; kaum muslimin bertukar pikiran. 
Usaid bin Hudair dan Saad bin Muadz adalah orang yang berpendapat bahwa lebih baik bertahan di dalam kota. 

Mereka pun berkata kepada kaum muslimin yang berniat menyongsong musuh ke luar. 

"Tuan-tuan mengetahui, Rasulullah ﷺ berpendapat mau bertahan dalam kota, namun tuan-tuan berpendapat lain lagi dan memaksa beliau bertempur ke luar. Padahal lihatlah Rasulullah ﷺ agak enggan melaksanakan strategi itu. Serahkan sajalah soal ini ke tangan Beliau. Apa yang diperintahkan-nya kepadamu, jalankanlah!."

Mendengar kata-kata itu, sikap para pemuda yang ingin menyongsong musuh pun melunak. Mereka sadar bahwa mereka telah menentang pendapat Rasulullah ﷺ, padahal sangat mungkin pendapat Rasulullah ﷺ  itu datang dari Allah. Maka ketika Rasulullah ﷺ telah keluar rumah sambil mengenakan baju besi, mereka berkata,

"Rasulullah bukan maksud kami hendak menentang tuan. Lakukanlah apa yang tuan kehendaki. Juga kami tidak bermaksud memaksa tuan. Kami tahu bahwa kehendak tuan mungkin berasal dari Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى.

"Ke dalam pembicaraan semacam inilah saya ajak tuan-tuan, tetapi tuan-tuan menolak," demikian jawab Rasulullah ﷺ.  

"Tidak layak bagi seorang nabi yang apabila sudah mengenakan pakaian besinya lalu akan menanggalkannya kembali sebelum Allah memberikan putusan antara dirinya dan musuhnya. Perhatikanlah apa yang saya perintahkan kepada kamu sekalian, kemudian ikuti. Atas ketabahan hatimu, kemenangan akan berada di tanganmu." 

Demikianlah, Rasulullah ﷺ selalu memegang keputusan hasil musyawarah, keputusan seperti itu tidak dapat dibatalkan oleh keinginan-keinginan tertentu. Keputusan hasil musyawarah harus dilaksanakan dengan cara sebaik-baiknya.

Lalu berangkatlah kaum muslimin dipimpin oleh Rasulullah ﷺ  ke arah Uhud. Di suatu tempat bernama Syaikhan dia berhenti. Dilihatnya dari kejauhan di atas pasukan tentara yang belum dikenal, siapakah mereka itu? Lawan atau kawan?


Kaum Muslimin Berangkat

Seseorang kemudian memberitahu Rasulullah ﷺ, 
"Itu adalah orang-orang Yahudi sekutu Abdullah bin Ubay." 

Rasulullah ﷺ bersabda, 
"Jangan meminta pertolongan orang-orang kafir dalam melawan orang-orang musyrik sebelum mereka masuk Islam."

Rasulullah ﷺ memerintahkan pasukan Yahudi itu pulang ke Madinah. Sebelum pulang, orang-orang Yahudi itu berkata kepada Abdullah bin Ubay, 

"Kau sudah menasehati Muhammad dan kau berikan pendapatmu berdasarkan pengalaman orang-orang tua dahulu. Sebenarnya, dia sependapat denganmu, lalu ia menolak dan menuruti kehendak pemuda-pemuda yang menjadi pengikutnya."

Abdullah bin Ubay senang sekali mendengar pendapat itu. 

"Memang betul," demikian pikir Abdullah bin Ubay, aku sudah menasehati Muhammad dan dia tidak menurut, jadi sudah sepantasnya jika aku tidak ikut dalam perang ini. 

Kemudian Abdullah bin Ubay mulai menghasut dan menyebarkan desas-desus untuk membuat hati sebagian orang menjadi ragu.  

Keesokan harinya Abdullah bin Ubay berhasil mempengaruhi 300 pengikutnya agar menarik diri dari pasukan Rasulullah ﷺ dan kembali ke Madinah menyusul pasukan Yahudi. 
Kini tinggal Rasulullah ﷺ  beserta 700 orang sahabat yang melanjutkan perjalanan ke gunung Uhud untuk menyongsong musuh.

"Bersabarlah, bersabarlah," demikian nasihat Rasulullah ﷺ kepada para sahabat yang tetap bersamanya.

Saat itu, pasukan muslimin sebenarnya sangat membutuhkan kuda, tapi Abdullah bin Ubay telah menggiring sebagian besar kuda dan dibawa pulang. Kini mereka semakin dekat ke Uhud. 

Pagi-pagi sekali, sebelum musuh terbangun, pasukan muslimin bergerak maju ke Uhud dan memotong jalan sedemikian rupa, sehingga musuh berada di belakang mereka. 
Dengan strategi itu pasukan muslimin lebih dulu tiba di Gunung Uhud sehingga bisa lebih leluasa menempatkan pasukan.

"Bersabarlah, bersabarlah," demikian nasehat Rasulullah ﷺ kepada para sahabat yang tetap bersamanya. 

Dalam Perang Badar, pihak muslim hanya memiliki 3 ekor kuda, ini berarti satu kuda untuk setiap 100 orang, namun berkat usaha keras Nabi dalam waktu 7 tahun pasukan muslim memiliki 10.000 ekor kuda untuk setiap 30.000 tentara berarti satu kuda untuk setiap 3 orang.


Penempatan Pasukan Panah

Rasulullah ﷺ segera mengatur barisan para sahabat. Beliau menempatkan 50 pemanah di lereng gunung, kepada mereka Rasulullah ﷺ  memberi perintah, 

"Lindungi kami dari belakang. Bertahanlah kamu, jangan pernah meninggalkan tempat ini. Kalau kalian melihat kami dapat menghancurkan mereka sehingga dapat memasuki pertahanannya, kamu jangan meninggalkan tempatmu. Jika kamu melihat kami yang diserang, jangan pula kami dibantu, juga jangan kami dipertahankan. Tugas kamu adalah menghujani pasukan berkuda mereka dengan panah. Dengan serangan panah itu pasukan berkuda tidak dapat maju." 

Selain pasukan pemanah, Rasulullah ﷺ memerintahkan agar pasukan yang lain tidak menyerang siapapun, sebelum Beliau memberi perintah menyerang.

Pasukan Quraisy yang tiba belakangan, juga segera menyusun barisan. Sayap kanan dipimpin oleh Khalid bin Walid, sedangkan sayap kiri dikomando Ikrimah bin Abu Jahal. Pasukan utama di tengah dipimpin oleh Abu Sufyan dan benderanya dipegang oleh Abdul Uzza Talhah bin Abi Talhah. 

Wanita-wanita Quraisy yang memukul genderang dan rebana berjalan di tengah-tengah barisan itu. Kadang mereka di depan dan kadang  di belakang. Hindun binti Utbah Istri Abu Sufyan berteriak-teriak, 

"Ayo Banu Abdul Dar, Ayo! ayo! Pengawal barisan belakang! Hantamlah dengan segala yang tajam!."


Bersambung..
https://my.w.tt/AOwGvjIvQ7

KISAH RASULULLAH ﷺ : Semangat Quraisy

KISAH RASULULLAH ﷺ
Bagian 93
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سيدنا مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ سيدنا مُحَمَّد


Semangat Quraisy

Semangat membalas dendam menyala berkobar-kobar dihati setiap tentara Quraisy. Apalagi, mereka ingin memamerkan kemampuan tempur di hadapan bunga-bunga Quraisy yang kini terus menyanyi mengobarkan semangat. Genderang bertalu-talu dan wewangian nan semerbak merebak. Belum pernah sebelumnya orang-orang Quraisy berangkat perang dengan tekad sekuat ini. 

Di depan, Abu Sufyan memegang komando. Dua pasukan berkuda kavaleri yang dipimpin Khalid bin Walid dan Iqlima Bin Abu Jahal mengawali sisi kiri dan kanan. 

Di dusun Abwa, beberapa prajurit Quraisy hampir saja membongkar kuburan Aminah, ibunda Rasulullah ﷺ. Untung para pembesar Quraisy segera datang dan melarang.

"Nanti mereka juga akan membongkar makam-makam kita," cegah pembesar itu. 

Pasukan tersebut terus bergerak semakin dekat ke Madinah, mereka sudah siap beraksi bagai angin puyuh yang akan menerjang. Angin puyuh yang diliputi nyala api kemarahan dan angan-angan kemenangan yang memabukkan. 
Mereka mendekati Madinah dari dataran tinggi. Di tempat itu, gunung Uhud yang kasar menggunduk bagai makhluk besar yang siap menerkam.

Kaum muslimin di Madinah pasti akan sangat terkejut, jika mereka tidak mengetahui meningkatnya pasukan yang jumlahnya tiga kali lebih banyak daripada pasukan yang pernah mereka taklukkan di Badar. Apakah kaum muslimin mengetahui gerakan ini? 
Jika mereka mengetahui, strategi apa yang akan dilakukan Rasulullah ﷺ ? Akankah beliau memimpin kaum muslim bergerak menyongsong musuh atau bertahan di Madinah?


Kaum Muslimin Bermusyawarah

Paman Rasulullah ﷺ , Abbas bin Abdul Muthalib ikut dalam pasukan Quraisy itu. Ia memang masih mencintai agama nenek moyangnya, tapi hatinya sudah semakin kagum kepada keponakannya itu. Abbas ingat ketika ia diperlakukan dengan baik sebagai tawanan pada Perang Badar. 

Karena itulah sebelum pasukan Quraisy berangkat, diam-diam Abbas mengirimkan surat kepada seorang Bani Ghifar untuk disampaikan kepada Rasulullah ﷺ. Surat ini berisi berita pemberangkatan pasukan Quraisy. 

Seorang utusan Abbas memberitakan keberangkatan Quraisy kepada Rasulullah ﷺ. Rasulullah ﷺ  segera mengajak para sahabat bermusyawarah. 
Kita akan pergi ke luar kota atau menyongsong di dalam kota. Abdullah bin Ubay mengatakan ingin bertahan di dalam kota.

Musyawarah membuat semua orang jadi mengetahui sepenuhnya bahaya dan kesulitan yang mereka hadapi. Hal itu akan membuat anggota pasukan saling mempercayai. Setiap orang akan menganggap dirinya benar-benar bagian dari pasukan, sehingga mampu berjuang saling bahu-membahu.


Keberanian Para Pemuda

Para sesepuh Anshor angkat bicara, 

"Ya Rasulullah, tetaplah tinggal di Madinah. Jangan pergi menghadapi musuh karena itu berarti musuh sudah menang. Andaikata musuh yang datang menyerbu, kita pasti yang menang. Biarkan saja mereka di sana mengepung kita. Jika mereka memaksakan diri bertahan, berarti mereka justru berada dalam keadaan merugikan diri sendiri." 

Sebetulnya, Rasulullah ﷺ ingin agar kaum Muslimin menyepakati usul ini. Para sesepuh Anshor yang telah berjuang mempertahankan kota selama puluhan tahun tentu tahu benar bahwa mereka lebih baik bertahan di dalam kota. 
Namun tidak demikian halnya dengan para pemuda Muslim yang semangatnya sedang menyala-nyala. Mereka terpukau atas kemenangan 300 orang sahabat Rasulullah ﷺ menghadapi 1.000 orang musuh pada Perang Badar. 

Sebenarnya, Rasulullah ﷺ memang cenderung pada pendapat para sesepuh Anshar itu. Akan tetapi, di balik itu, Rasulullah ﷺ juga mengetahui bahwa apabila mereka bertahan di dalam kota, sangat mungkin akan terjadi pengkhianatan dari kaum munafik atau orang Yahudi. 

Tiba-tiba Bilal mengumandangkan adzan. 
Rapat perang pun dihentikan dan Rasulullah ﷺ memimpin mereka melaksanakan shalat Jum'at. Khutbah Rasulullah ﷺ kali itu berisi ajakan agar kaum muslimin menabahkan hati untuk memperoleh kemenangan. Kemudian dimintanya kaum muslimin bersiap menghadapi musuh.

Setelah sholat Jumat, rapat dilanjutkan lagi, Saad bin Khaitsama berkata, 

"Semoga Allah memberikan kemenangan atau mati syahid.
Dalam perang Badar saya amat mendambakan mati syahid, tapi ternyata meleset. Justru anak saya yang mendapatkannya. Semalam, saya bermimpi bertemu dengan anak saya dan dia berkata, "Ayah susullah kami dan kita bertemu di dalam surga." Sudah saya dapatkan apa yang dijanjikan Allah kepada saya."
"Ya Rosulullah, sungguh rindu saya akan menemui anak saya di dalam surga. Saya sudah tua, tulang sudah rapuh. Saya ingin bertemu Allah."

Kata-kata itu semakin menguatkan semangat kaum Muslimin untuk menyongsong musuh ke luar kota.

"Saya khawatir kamu akan kalah jika pergi ke luar kota," demikian Sabda Rasulullah ﷺ .

Namun, suara terbanyak kaum muslimin adalah agar mereka menyongsong musuh. Rasulullah ﷺ pun segera mengetahui keputusan mana yang akan diambil.

Setiap pemuda tentulah tidak sama. Pemuda yang berangan-angan memiliki mobil mewah, uang yang banyak dan hidup berfoya-foya dengan pemuda yang bertekat bulat dan kuat untuk mewujudkan kemenangan serta kemuliaan Islam. 


Bersambung…
https://my.w.tt/AOwGvjIvQ7

Kamis, 28 Januari 2021

KISAH RASULULLAH ﷺ : Kesedihan Umar ‎

KISAH RASULULLAH ﷺ
Bagian 92
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سيدنا مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ سيدنا مُحَمَّد



Kesedihan Umar

Setelah perang Badar, beberapa wanita menjadi janda karena suaminya gugur. Rasulullah ﷺ berusaha meringankan beban para wanita itu dengan memberikan santunan dari hasil rampasan perang. Bagi wanita yang masih muda, Rasulullah ﷺ berusaha menikahkan mereka dengan sahabat lain yang mampu.

Hafshah putri Umar Bin Khattab adalah salah seorang wanita muda yang ditinggali suaminya yang telah syahid. Umar tentu sangat sedih memikirkan nasib putrinya. Maka, ia pun pergi menemui Utsman bin Affan dan bertanya apakah Utsman bersedia menikahi Hafshah?

"Maaf, saya sedang tidak bersedia untuk menikah lagi," demikian jawab Utsman.

Umar kemudian mendatangi Abu Bakar dan bertanya apakah Abu Bakar bersedia menikahi Hafshah. Namun, Abu Bakar diam saja. Dengan sedih, Umar Bin Khattab menemui Rasulullah ﷺ dan mengadukan nasib Hafshah serta penolakan kedua sahabatnya itu.

Rasulullah ﷺ tersenyum menghibur, "Hafshah akan menikah dengan orang yang lebih baik daripada Abu Bakar dan Utsman."

Umar Bin Khattab menatap Rasulullah tidak mengerti. Siapakah yang lebih baik daripada Abu Bakar dan Utsman? 

Ternyata, Rasulullah sendiri yang melamar Hafshah.

Subhanallah, saat itu juga, perasaan Umar Bin Khattab meluap dengan kegembiraan yang tidak terlukiskan. Di tengah perjalanan pulang, ia bertemu Abu Bakar dan menyampaikan berita gembira itu.

Abu Bakar berkata:
"Memang, Rasulullah sudah pernah membicarakan hal itu kepadaku. Karena itu, aku tidak ingin membuka rahasianya. Andaikata saja beliau tidak meminang Hafshah, sudah tentu akulah yang akan memperistrinya," demikian jawab Abu Bakar. 

Setelah Hafshah menjadi istri Rasulullah ﷺ, maka saat itu, Ibu kaum muslimin pun menjadi tiga orang: 

Saudah, Aisyah, dan Hafshah. Rasulullah ﷺ menetap di tempat ketiganya secara bergantian. 
Pada pagi hari, mereka semua berkumpul untuk mendengar nasihat Rasulullah ﷺ. 
Pada sore harinya, mereka kembali berkumpul dan menceritakan semua yang mereka alami hari itu. Hal demikian menambah indah suasana rumah Rasulullah ﷺ. 

Sejak saat itu, Umar Bin Khattab dengan gencar menganjurkan para sahabat yang lain agar mau menikahi para janda syuhada.


Persiapan Perang Quraisy

Rasa geram dan gelisah terus menghantui perasaan orang-orang Quraisy di Mekah sejak kekalahan Badar. Akhirnya para pembesar mereka berkumpul di Darun Nadwah.

"Kafilah dagang yang tersisa lebih baik kita jual! Sebagian keuntungannya kita sisihkan untuk menyiapkan Angkatan Perang agar kita bisa memukul Muhammad!," demikianlah usul seorang pembesar. 

Usul itu pun diterima dengan suara bulat.

Rapat-rapat perang terus diadakan. Ada yang berpendapat supaya kaum wanita diajak ikut. 
"Biar kaum wanita bertugas membakar kemarahan dan mengingatkan kepada korban-korban Badar. Kita adalah masyarakat yang sudah bertekad mati tidak akan pulang sebelum sempat melihat mangsa kita atau kita sendiri mati untuk itu!." 

"Saudara-saudara Quraisy," demikian sahut yang lain, 
"Melepaskan wanita-wanita kita ke hadapan musuh bukanlah suatu pendapat yang baik. Apabila kalian mengalami kekalahan wanita-wanita kita pun akan tertawan."

Tiba-tiba Hindun bin Utbah Istri Abu Sufyan berteriak, 

"Kamu yang selamat dari Perang Badar bisa kembali bertemu istrimu, itu sebabnya kamu tidak berjuang mati-matian. Ya kami kaum wanita akan berangkat dan ikut menyaksikan peperangan. Jangan ada orang yang menyerukan pulang seperti gadis-gadis kita dulu dalam perjalanan ke Badar. Mereka disuruh pulang ketika sudah sampai di Juhfah. Akibatnya orang-orang kesayangan kita terbunuh, karena tidak ada orang yang dapat memberikan semangat kepada mereka!."

Demikianlah, akhirnya kaum wanita Quraisy diizinkan ikut dalam peperangan. Maka Hindun memanggil Wahsyi seorang budak hitam dari Habasyah. Wahsyi terkenal sebagai pelempar tombak yang lihai.

"Kau akan kuberikan banyak harta jika berhasil membunuh Hamzah," demikian kata Hindun.

Majikan Wahsyi Jubair bin Mut'im juga berkata, 

"Kau juga akan kubebaskan jika berhasil membunuh Hamzah. Pamanku telah dibunuh orang itu dalam Perang Badar."


Pasukan Quraisy Berangkat

Setelah semua persiapan matang, pasukan Quraisy pun berangkat. Mereka terdiri atas 3.000 orang dengan 3.000 unta. 200 di antaranya menunggang kuda dan 700 orang berbaju besi. Di barisan belakang, para wanita Mekah dan budak-budak perempuan yang cantik berjalan mengiringi. 
Mereka memakai perhiasan-perhiasan indah dengan wewangian semerbak. Di tengah-tengah barisan wanita itu, berjalan Hindun binti Utbah. Dialah yang memegang komando dari barisan wanita untuk menabuh rebana dan menyanyi.

"Kalian tidak boleh mendekati kami, wahai kaum laki-laki," teriak Hindun. Sorot matanya memancarkan kobaran api. 

"Kami bersumpah bahwa kaum laki-laki tidak boleh mendekati kami sebelum mereka menumpas Muhammad dengan semua pasukannya sehingga kami dapat pulang sambil menjinjing kepala Hamzah!."


Bersambung...
https://my.w.tt/AOwGvjIvQ7

KISAH RASULULLAH ﷺ : Abdullah Bin Ubay

KISAH RASULULLAH ﷺ
Bagian 91
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سيدنا مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ سيدنا مُحَمَّد



Abdullah Bin Ubay

Semua keberhasilan Rasulullah ﷺ itu membuat hati Abdullah bin Ubay berubah semakin sesak karena dengki.

"Jika ini dibiarkan, lenyap sudah impianku untuk menjadi pemimpin Madinah lagi seperti dulu!," demikian pikirnya. 
"Aku harus mencari jalan untuk menjauhkan Muhammad dari umatnya."

Abdullah bin Ubay mulai menyebarkan desas-desus, 
"Mengapa Rasulullah ﷺ memberi bagian harta rampasan kepada Utsman bin Affan? Padahal, Utsman tidak ikut ke Perang Badar!. Ini pasti karena Utsman lebih dicintai dari kita semua!."

"Namun para sahabat Rasulullah ﷺ segera mendatangi Abdullah bin Ubay dan memberinya peringatan agar tidak menyebarkan desas-desus.

"Utsman sudah berkeras ingin pergi, tetapi Rasullullah ﷺ memerintahkan agar tinggal di rumah dan merawat Rukayah, putrinya yang sedang sakit! Jadi, sebenarnya Utsman juga berhak atas rampasan perang!," demikian kata beberapa sahabat.

Abdullah bin Ubay terdiam,  tetapi ia pun mencari jalan lain. Kemudian disebarkannya desas-desus, 
"Muhammad itu mengajarkan agar kita berpaling dari harta dunia, tapi sebenarnya harta tebusan yang banyak itu ia gunakan untuk makan dan minum enak serta memiliki perabotan rumah yang mewah layaknya Kaisar Persia!."

Sambil menebarkan desas desus itu, Abdullah bin Ubay diam-diam mendatangi seorang wanita Anshor dan menyuruhnya memberikan permadani yang indah dan sangat mahal kepada Aisyah. Tanpa ada rasa curiga, Aisyah yang masih muda dan lugu pun menerimanya dengan senang. 

Ketika Rasulullah ﷺ  mendengar berita ini, beliau segera pulang dan menemui istrinya, Aisyah yang sedang duduk-duduk di atas permadani yang mahal itu. Wajah Aisyah berseri-seri memiliki perabotan seindah itu.

"Aisyah, apa ini?," tanya Rasulullah ﷺ.

"Seorang wanita Anshor datang ke sini dan melihat tikarmu," jawab Aisyah. 
"Ia kemudian mengutus orang agar menyampaikan permadani ini kepadaku."

Rasulullah ﷺ menyuruh Aisyah untuk mengembalikan permadani itu. Kemudian beliau tidur di atas tikarnya yang biasa kembali.

Abdullah bin Ubay walaupun telah menyatakan diri sebagai Muslim, dia tetap bersikap keras kepada Rasulullah ﷺ dan menganggap Rasulullah tidak adil karena dianggap telah merampas kekuasaan yang dipegangnya sebelum Rasulullah ﷺ datang ke Madinah.

Abdullah bin Ubay pun selalu berusaha memalingkan manusia dari ajaran Islam.


Tidur di atas Tikar

Umar Bin Khattab bergegas mendatangi rumah Rasulullah ﷺ. Ia ingin membuktikan bahwa desas-desus yang disebarkan orang tentang Rasulullah ﷺ yang memiliki perabot mewah itu sama sekali tidak benar.

Ketika Umar sampai di rumah Rasulullah ﷺ, sama sekali tidak dilihatnya perabot-perabot mewah yang didesas-desuskan itu. Rumah Rasulullah ﷺ  tetap seperti dulu, tidak ada sama sekali yang berubah. 

Mengetahui Umar Bin Khattab datang, Rasulullah ﷺ bangun dari atas tikarnya. Seketika itu, Umar melihat bekas-bekas tikar yang kasar membekas pada tubuh Rasulullah ﷺ. Tidak kuat menahan haru akhirnya Umar menangis. 

Rasulullah ﷺ berpaling heran lalu beliau bertanya lembut, 

"Ya Umar, apa yang menyebabkan engkau menangis?."

"Bagaimana aku tidak akan meneteskan air mata jika aku melihat bekas-bekas tikar itu melekat pada tulang rusukmu. Hanya inilah harta kekayaanmu yang aku tahu. Sedangkan Kaisar Romawi dan Persia hidup dalam gelimangan harta benda."

Rasulullah ﷺ merasakan betul kesedihan Umar. Beliau lalu menghibur Umar dengan memberikan pelajaran bahwa nilai seseorang tidaklah ditentukan oleh harta kekayaan yang dimilikinya, tetapi tergantung pada kemampuannya untuk menyebarkan kebahagiaan kepada orang lain. Kebajikan akan membuat seseorang menjadi kekal. Orang yang terus-menerus melakukan kebaikan, akan menghasilkan buah kebaikan pula untuk selama-lamanya.

Sabda Rasulullah ﷺ agar kita selalu bersyukur:

"Apabila di antara kamu sekalian melihat orang yang dianugerahi harta dan rupa, maka hendaklah ia melihat orang yang lebih rendah dari mereka, karena hal itu lebih pantas agar kamu tidak merasa kekurangan nikmat yang Allah berikan kepadamu."


Bersambung...
https://my.w.tt/AOwGvjIvQ7

Selasa, 26 Januari 2021

KISAH RASULULLAH ﷺ : Terbunuhnya Kaab bin Asyraf

KISAH RASULULLAH ﷺ
Bagian 90
َللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سيدنا مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ سيدنا مُحَمَّد

Tim itu kemudian kembali. Ketika itu Al Haris bin Aus terkena ujung pedang sebagian sahabatnya sehingga terluka dan mengucurkan darah. 
Setelah tiba di Hurrotul Aridl, ternyata Al Haris tidak ada di tengah-tengah mereka. Mereka kemudian mencarinya, lalu mereka gotong. 

Setelah tiba di Baqi' Gharqad, mereka bertakbir dan takbir mereka didengar oleh Rasulullah ﷺ , sehingga, beliau mengetahui bahwa mereka telah berhasil membunuh Kaab, dan beliau kemudian bertakbir. 

Setelah mereka sampai di hadapan beliau, beliau berkata, "Wajah kalian berseri-seri." 

"Wajah Anda juga wahai Rasulullah," sahut mereka. 

Mereka meletakkan kepala sang thaghut tersebut di hadapan beliau, dan beliau memuji Allah atas terbunuhnya sang Thoghut itu. Beliau kemudian mengobati luka Al Haris dan sembuh seketika itu juga. 

Setelah orang-orang Yahudi mengetahui kematian pemimpinnya, Kaab bin Asyraf, mereka sangat ketakutan. Mereka baru menyadari bahwa Rasulullah ﷺ tidak segan-segan untuk menggunakan kekuatan ketika nasehat sudah tidak diindahkan lagi oleh orang-orang yang ingin menghancurkan keamanan, menimbulkan keresahan, dan tidak menghormati perjanjian. 

Mereka tidak berani bertindak sesuka hati. Bahkan mereka menunjukkan sikap seolah-olah mentaati perjanjian. Mereka bersembunyi di benteng bagaikan ular yang terburu-buru masuk ke dalam liangnya untuk bersembunyi. 

Demikianlah untuk sementara waktu Rasulullah ﷺ dapat mencurahkan seluruh perhatiannya dalam menghadapi berbagai bahaya yang kemungkinan muncul di luar Madinah. Beban kaum muslimin semakin berkurang, sebagian besar masalah-masalah intern mereka telah terselesaikan.


Ekspedisi Zaid Ibnul Harits

Ekspedisi ini merupakan operasi militer yang terakhir dan paling berhasil yang dilakukan oleh kaum muslimin sebelum Perang Uhud. Peristiwa ini terjadi pada bulan Jumadil Akhir Tahun ketiga Hijrah.

Urutan peristiwa tersebut adalah kaum Quraisy selalu dirundung kesedihan setelah terjadinya peristiwa Badar. Ketika tiba musim panas dan musim dagang telah dekat, mereka dirundung kesedihan yang lain yakni perniagaannya merasa terancam. 

Safwan Bin Umayyah berkata kepada orang-orang Quraisy, 

"Muhammad dan para sahabatnya telah merintangi perniagaan kita. Kita tidak tahu apa yang harus kita perbuat terhadap mereka, karena mereka tidak membiarkan daerah pantai. Penduduk daerah pantai berdamai dengan mereka dan sebagian besar dari mereka telah memeluk Islam. Kita tidak tahu cara menanggulangi, apa yang dapat ditempuh kalau kita tetap tinggal di rumah. 
Modal kita akan habis dimakan, sementara penghidupan kita di Mekkah tergantung pada perniagaan kita ke Syam di musim panas dan ke Habasyah di musim dingin."

Terjadilah dialog sekitar topik tersebut. Al Aswad bin Abdul Muthalib berkata kepada Sofwan, 

"Tinggalkan jalan lewat daerah pantai dan ambillah jalan lewat Irak." 

Jalan lewat Irak merupakan jalan yang panjang melewati Najad sampai ke Syam dan melewati sebelah timur Madinah. Orang-orang Quraisy sangat tidak mengetahui jalur tersebut, maka Al Aswad bin Abdul-Muththalib menyarankan agar menjadikan Farat bin Hayyan dan Bani Bakar bin Wa'il sebagai pemandunya  dan dia sendiri adalah pemimpin dalam perjalanan tersebut.

Berangkatlah kafilah Quraisy dipimpin oleh Safwan bin Umayyah lewat jalan baru. Namun berita tentang keberangkatan kafilah ini telah sampai ke Madinah. Sebab Khalid bin an-Nu'man telah masuk Islam. Dia bertemu dengan Nu'aim Bin Masud Al Asyja'i (ketika itu belum memeluk Islam) di sebuah tempat minum khamr (ketika itu khamr belum diharamkan). Dalam kesempatan tersebut, Shalith bin Nu'man mendengar informasi dari Nu'aim bin Mas' tentang perjalanan kafilah Quraisy. Maka Salith bin Numan segera menghadap Nabi ﷺ menyampaikan informasi yang didengarnya.

Rasulullah ﷺ segera menyiapkan pasukan yang terdiri atas 100 personil lengkap dengan kendaraannya di bawah pimpinan Zaid bin Haritsah al-Kilabi. Zaid pun segera berangkat dan di daerah Najad, yakni di Qordah, Zaid berhasil menyergap kafilah yang sedang lengah. 

Zaid berhasil menguasai mereka, sedangkan Shafwan dan para pengawalnya melarikan diri tanpa perlawanan. 

Kaum muslimin menawan pemandu kafilah, yaitu Farrat bin Hayyan. Dikatakan pula bahwa kaum muslimin juga menangkap 2 orang yang lain. Mereka mengangkut bahan ghanimah besar berupa perak dan barang-barang berharga lainnya yang diangkut oleh kafilah semua. Barang itu nilainya sekitar 100.000. 

Rasulullah ﷺ membagi-bagikan barang-barang ghanimah tersebut kepada para personil ekspedisi itu, setelah beliau ambil seperlimanya, Farrat bin Hayyan akhirnya masuk Islam di hadapan Rasulullah ﷺ . 

Peristiwa itu merupakan tragedi dan bencana besar bagi orang-orang Quraisy, sehingga mereka semakin resah dan bertambah sedih. Di hadapan mereka tidak ada jalan kecuali dua pilihan: 

~ Menghentikan kesombongan dan mengambil langkah perdamaian dengan kaum muslimin 

~ Menempuh langkah peperangan untuk mengembalikan kewibawaan mereka dan melumpuhkan kekuatan kaum muslimin.

Namun mereka memilih langkah yang kedua sehingga tekat mereka semakin kuat untuk melakukan tindakan pembalasan. 
Mereka giat mengadakan persiapan guna menghadapi kaum muslimin dengan kekuatan maksimal, semua itu, merupakan penyebab terjadinya Perang Uhud.


Bersambung…
https://my.w.tt/AOwGvjIvQ7