Kamis, 28 Januari 2021

ONE DAY ONE HADITSKamis, 28 Januari 2021/ 15 Jumadil Akhir 1442Ghibthoh dalam Ilmu dan Hikmah

ONE  DAY  ONE  HADITS
Kamis, 28 Januari 2021/ 15 Jumadil Akhir 1442

Ghibthoh dalam Ilmu dan Hikmah

حَدَّثَنَا الْحُمَيْدِىُّ قَالَ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ قَالَ حَدَّثَنِى إِسْمَاعِيلُ بْنُ أَبِى خَالِدٍ عَلَى غَيْرِ مَا حَدَّثَنَاهُ الزُّهْرِىُّ قَالَ سَمِعْتُ قَيْسَ بْنَ أَبِى حَازِمٍ قَالَ سَمِعْتُ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ مَسْعُودٍ قَالَ قَالَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – « لاَ حَسَدَ إِلاَّ فِى اثْنَتَيْنِ رَجُلٌ آتَاهُ اللَّهُ مَالاً فَسُلِّطَ عَلَى هَلَكَتِهِ فِى الْحَقِّ ، وَرَجُلٌ آتَاهُ اللَّهُ الْحِكْمَةَ ، فَهْوَ يَقْضِى بِهَا وَيُعَلِّمُهَا »

“Haddatsanaa Al Humaidiy ia berkata, haddatsanaa Sufyan ia berkata, haddatsanaa Ismail bin Abi Kholid, Az-Zuhri telah menghadistkan kepada kami dengan selain lafadz ini, ia berkata, aku mendengar Qois bin Abi Haazim berkata, aku mendengar Abdullah bin Mas’ud  berkata, Nabi  bersabda : “Tidak boleh hasad kecuali kepada 2 orang yakni, orang yang Allah berikan kepadanya harta lalu ia habiskan dijalan kebenaran dan seorang yang Allah berikan hikmah, lalu ia konsisten dengan hikmah tadi dan mengajarkannya (kepada manusia)”.
[Hadits ini jiga diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam Shahihnya No. 1933].

Pelajaran yang terdapat didalam hadist :

1- Hasad pada asalnya tercela, namun jika hasad untuk memotivasi diri agar bisa meniru kebaikan orang lain yang diistilahkan dengan Ghibthoh maka ini adalah terpuji. Nabi pernah bersabda :

إِنَّ مِنْ عِبَادِ اللَّهِ لأُنَاسًا مَا هُمْ بِأَنْبِيَاءَ وَلاَ شُهَدَاءَ يَغْبِطُهُمُ الأَنْبِيَاءُ وَالشُّهَدَاءُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِمَكَانِهِمْ مِنَ اللَّهِ تَعَالَى

“Sesungguhnya diantara hamba Allah ada beberapa orang yang mereka itu bukan para Nabi dan juga para Syuhada, namun para Nabi dan para Syuhada meng-ghibthoh-i mereka pada hari kiamat, karena kedudukannya disisi Allah ” (HR. Abu Dawud dishahihkan oleh Imam Al-Albani).
2- Ghibthoh adalah seseorang berkeinginan untuk mendapatkan nikmat seperti orang yang di-ghibthoh-i tanpa ada rasa bahwa nikmat tersebut menjadi hilang dari orang yang di-ghibthoh-inya. Hal ini berbeda 180 derajat dengan Hasad, karena orang yang Hasad menginginkan agar nikmat yang didapatkan oleh orang yang di-hasad-inya itu hilang darinya.
3- Hadits ini menunjukkan bahwa harta yang dimiliki seseorang tidak berguna nanti pada hari kiamat kecuali harta yang diinfakan dijalan Allah .
3. Hadits ini menunjukkan keutamaan niat yang baik, karena sekalipun seseorang tidak memiliki ilmu dan harta, namun ia berkeinginan seandainya Allah  memberikan karunia ilmu dan harta kepadanya, niscaya ia akan melakukan kebajikan seperti orang yang diberikan ilmu dan harta, maka ia akan mendapatkan ganjaran seperti orang yang dighibthohinya

Tema hadist yang berkaitan dengan Al qur'an :

1- Bahwa harta yang dimiliki seseorang tidak berguna nanti pada hari kiamat kecuali harta yang diinfakan dijalan Allah . Allah  berfirman :

لَنْ تُغْنِيَ عَنْهُمْ أَمْوَالُهُمْ وَلَا أَوْلَادُهُمْ مِنَ اللَّهِ شَيْئًا أُولَئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ

“Harta benda dan anak-anak mereka tiada berguna sedikitpun (untuk menolong) mereka dari azab Allah. Mereka itulah penghuni neraka, dan mereka kekal di dalamnya” (QS. Al Mujaadilah (58) : 17).

2-  Perumpamaan mengenai orang-orang mukmin yang membelanjakan hartanya demi memperoleh rida Allah, agar Allah rida kepada diri mereka.

وَمَثَلُ الَّذِينَ يُنْفِقُونَ أَمْوَالَهُمُ ابْتِغَاءَ مَرْضَاةِ اللَّهِ وَتَثْبِيتًا مِنْ أَنْفُسِهِمْ كَمَثَلِ جَنَّةٍ بِرَبْوَةٍ أَصَابَهَا وَابِلٌ فَآَتَتْ أُكُلَهَا ضِعْفَيْنِ فَإِنْ لَمْ يُصِبْهَا وَابِلٌ فَطَلٌّ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ

“Dan perumpamaan orang-orang yang membelanjakan hartanya karena mencari keridhaan Allah dan untuk keteguhan jiwa mereka, seperti sebuah kebun yang terletak di dataran tinggi yang disiram oleh hujan lebat, maka kebun itu menghasilkan buahnya dua kali lipat. Jika hujan lebat tidak menyiraminya, maka hujan gerimis (pun memadai). Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu perbuat.” (QS. Al Baqoroh (2) : 265).

KISAH RASULULLAH ﷺ : Kesedihan Umar ‎

KISAH RASULULLAH ﷺ
Bagian 92
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سيدنا مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ سيدنا مُحَمَّد



Kesedihan Umar

Setelah perang Badar, beberapa wanita menjadi janda karena suaminya gugur. Rasulullah ﷺ berusaha meringankan beban para wanita itu dengan memberikan santunan dari hasil rampasan perang. Bagi wanita yang masih muda, Rasulullah ﷺ berusaha menikahkan mereka dengan sahabat lain yang mampu.

Hafshah putri Umar Bin Khattab adalah salah seorang wanita muda yang ditinggali suaminya yang telah syahid. Umar tentu sangat sedih memikirkan nasib putrinya. Maka, ia pun pergi menemui Utsman bin Affan dan bertanya apakah Utsman bersedia menikahi Hafshah?

"Maaf, saya sedang tidak bersedia untuk menikah lagi," demikian jawab Utsman.

Umar kemudian mendatangi Abu Bakar dan bertanya apakah Abu Bakar bersedia menikahi Hafshah. Namun, Abu Bakar diam saja. Dengan sedih, Umar Bin Khattab menemui Rasulullah ﷺ dan mengadukan nasib Hafshah serta penolakan kedua sahabatnya itu.

Rasulullah ﷺ tersenyum menghibur, "Hafshah akan menikah dengan orang yang lebih baik daripada Abu Bakar dan Utsman."

Umar Bin Khattab menatap Rasulullah tidak mengerti. Siapakah yang lebih baik daripada Abu Bakar dan Utsman? 

Ternyata, Rasulullah sendiri yang melamar Hafshah.

Subhanallah, saat itu juga, perasaan Umar Bin Khattab meluap dengan kegembiraan yang tidak terlukiskan. Di tengah perjalanan pulang, ia bertemu Abu Bakar dan menyampaikan berita gembira itu.

Abu Bakar berkata:
"Memang, Rasulullah sudah pernah membicarakan hal itu kepadaku. Karena itu, aku tidak ingin membuka rahasianya. Andaikata saja beliau tidak meminang Hafshah, sudah tentu akulah yang akan memperistrinya," demikian jawab Abu Bakar. 

Setelah Hafshah menjadi istri Rasulullah ﷺ, maka saat itu, Ibu kaum muslimin pun menjadi tiga orang: 

Saudah, Aisyah, dan Hafshah. Rasulullah ﷺ menetap di tempat ketiganya secara bergantian. 
Pada pagi hari, mereka semua berkumpul untuk mendengar nasihat Rasulullah ﷺ. 
Pada sore harinya, mereka kembali berkumpul dan menceritakan semua yang mereka alami hari itu. Hal demikian menambah indah suasana rumah Rasulullah ﷺ. 

Sejak saat itu, Umar Bin Khattab dengan gencar menganjurkan para sahabat yang lain agar mau menikahi para janda syuhada.


Persiapan Perang Quraisy

Rasa geram dan gelisah terus menghantui perasaan orang-orang Quraisy di Mekah sejak kekalahan Badar. Akhirnya para pembesar mereka berkumpul di Darun Nadwah.

"Kafilah dagang yang tersisa lebih baik kita jual! Sebagian keuntungannya kita sisihkan untuk menyiapkan Angkatan Perang agar kita bisa memukul Muhammad!," demikianlah usul seorang pembesar. 

Usul itu pun diterima dengan suara bulat.

Rapat-rapat perang terus diadakan. Ada yang berpendapat supaya kaum wanita diajak ikut. 
"Biar kaum wanita bertugas membakar kemarahan dan mengingatkan kepada korban-korban Badar. Kita adalah masyarakat yang sudah bertekad mati tidak akan pulang sebelum sempat melihat mangsa kita atau kita sendiri mati untuk itu!." 

"Saudara-saudara Quraisy," demikian sahut yang lain, 
"Melepaskan wanita-wanita kita ke hadapan musuh bukanlah suatu pendapat yang baik. Apabila kalian mengalami kekalahan wanita-wanita kita pun akan tertawan."

Tiba-tiba Hindun bin Utbah Istri Abu Sufyan berteriak, 

"Kamu yang selamat dari Perang Badar bisa kembali bertemu istrimu, itu sebabnya kamu tidak berjuang mati-matian. Ya kami kaum wanita akan berangkat dan ikut menyaksikan peperangan. Jangan ada orang yang menyerukan pulang seperti gadis-gadis kita dulu dalam perjalanan ke Badar. Mereka disuruh pulang ketika sudah sampai di Juhfah. Akibatnya orang-orang kesayangan kita terbunuh, karena tidak ada orang yang dapat memberikan semangat kepada mereka!."

Demikianlah, akhirnya kaum wanita Quraisy diizinkan ikut dalam peperangan. Maka Hindun memanggil Wahsyi seorang budak hitam dari Habasyah. Wahsyi terkenal sebagai pelempar tombak yang lihai.

"Kau akan kuberikan banyak harta jika berhasil membunuh Hamzah," demikian kata Hindun.

Majikan Wahsyi Jubair bin Mut'im juga berkata, 

"Kau juga akan kubebaskan jika berhasil membunuh Hamzah. Pamanku telah dibunuh orang itu dalam Perang Badar."


Pasukan Quraisy Berangkat

Setelah semua persiapan matang, pasukan Quraisy pun berangkat. Mereka terdiri atas 3.000 orang dengan 3.000 unta. 200 di antaranya menunggang kuda dan 700 orang berbaju besi. Di barisan belakang, para wanita Mekah dan budak-budak perempuan yang cantik berjalan mengiringi. 
Mereka memakai perhiasan-perhiasan indah dengan wewangian semerbak. Di tengah-tengah barisan wanita itu, berjalan Hindun binti Utbah. Dialah yang memegang komando dari barisan wanita untuk menabuh rebana dan menyanyi.

"Kalian tidak boleh mendekati kami, wahai kaum laki-laki," teriak Hindun. Sorot matanya memancarkan kobaran api. 

"Kami bersumpah bahwa kaum laki-laki tidak boleh mendekati kami sebelum mereka menumpas Muhammad dengan semua pasukannya sehingga kami dapat pulang sambil menjinjing kepala Hamzah!."


Bersambung...
https://my.w.tt/AOwGvjIvQ7

KISAH RASULULLAH ﷺ : Abdullah Bin Ubay

KISAH RASULULLAH ﷺ
Bagian 91
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سيدنا مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ سيدنا مُحَمَّد



Abdullah Bin Ubay

Semua keberhasilan Rasulullah ﷺ itu membuat hati Abdullah bin Ubay berubah semakin sesak karena dengki.

"Jika ini dibiarkan, lenyap sudah impianku untuk menjadi pemimpin Madinah lagi seperti dulu!," demikian pikirnya. 
"Aku harus mencari jalan untuk menjauhkan Muhammad dari umatnya."

Abdullah bin Ubay mulai menyebarkan desas-desus, 
"Mengapa Rasulullah ﷺ memberi bagian harta rampasan kepada Utsman bin Affan? Padahal, Utsman tidak ikut ke Perang Badar!. Ini pasti karena Utsman lebih dicintai dari kita semua!."

"Namun para sahabat Rasulullah ﷺ segera mendatangi Abdullah bin Ubay dan memberinya peringatan agar tidak menyebarkan desas-desus.

"Utsman sudah berkeras ingin pergi, tetapi Rasullullah ﷺ memerintahkan agar tinggal di rumah dan merawat Rukayah, putrinya yang sedang sakit! Jadi, sebenarnya Utsman juga berhak atas rampasan perang!," demikian kata beberapa sahabat.

Abdullah bin Ubay terdiam,  tetapi ia pun mencari jalan lain. Kemudian disebarkannya desas-desus, 
"Muhammad itu mengajarkan agar kita berpaling dari harta dunia, tapi sebenarnya harta tebusan yang banyak itu ia gunakan untuk makan dan minum enak serta memiliki perabotan rumah yang mewah layaknya Kaisar Persia!."

Sambil menebarkan desas desus itu, Abdullah bin Ubay diam-diam mendatangi seorang wanita Anshor dan menyuruhnya memberikan permadani yang indah dan sangat mahal kepada Aisyah. Tanpa ada rasa curiga, Aisyah yang masih muda dan lugu pun menerimanya dengan senang. 

Ketika Rasulullah ﷺ  mendengar berita ini, beliau segera pulang dan menemui istrinya, Aisyah yang sedang duduk-duduk di atas permadani yang mahal itu. Wajah Aisyah berseri-seri memiliki perabotan seindah itu.

"Aisyah, apa ini?," tanya Rasulullah ﷺ.

"Seorang wanita Anshor datang ke sini dan melihat tikarmu," jawab Aisyah. 
"Ia kemudian mengutus orang agar menyampaikan permadani ini kepadaku."

Rasulullah ﷺ menyuruh Aisyah untuk mengembalikan permadani itu. Kemudian beliau tidur di atas tikarnya yang biasa kembali.

Abdullah bin Ubay walaupun telah menyatakan diri sebagai Muslim, dia tetap bersikap keras kepada Rasulullah ﷺ dan menganggap Rasulullah tidak adil karena dianggap telah merampas kekuasaan yang dipegangnya sebelum Rasulullah ﷺ datang ke Madinah.

Abdullah bin Ubay pun selalu berusaha memalingkan manusia dari ajaran Islam.


Tidur di atas Tikar

Umar Bin Khattab bergegas mendatangi rumah Rasulullah ﷺ. Ia ingin membuktikan bahwa desas-desus yang disebarkan orang tentang Rasulullah ﷺ yang memiliki perabot mewah itu sama sekali tidak benar.

Ketika Umar sampai di rumah Rasulullah ﷺ, sama sekali tidak dilihatnya perabot-perabot mewah yang didesas-desuskan itu. Rumah Rasulullah ﷺ  tetap seperti dulu, tidak ada sama sekali yang berubah. 

Mengetahui Umar Bin Khattab datang, Rasulullah ﷺ bangun dari atas tikarnya. Seketika itu, Umar melihat bekas-bekas tikar yang kasar membekas pada tubuh Rasulullah ﷺ. Tidak kuat menahan haru akhirnya Umar menangis. 

Rasulullah ﷺ berpaling heran lalu beliau bertanya lembut, 

"Ya Umar, apa yang menyebabkan engkau menangis?."

"Bagaimana aku tidak akan meneteskan air mata jika aku melihat bekas-bekas tikar itu melekat pada tulang rusukmu. Hanya inilah harta kekayaanmu yang aku tahu. Sedangkan Kaisar Romawi dan Persia hidup dalam gelimangan harta benda."

Rasulullah ﷺ merasakan betul kesedihan Umar. Beliau lalu menghibur Umar dengan memberikan pelajaran bahwa nilai seseorang tidaklah ditentukan oleh harta kekayaan yang dimilikinya, tetapi tergantung pada kemampuannya untuk menyebarkan kebahagiaan kepada orang lain. Kebajikan akan membuat seseorang menjadi kekal. Orang yang terus-menerus melakukan kebaikan, akan menghasilkan buah kebaikan pula untuk selama-lamanya.

Sabda Rasulullah ﷺ agar kita selalu bersyukur:

"Apabila di antara kamu sekalian melihat orang yang dianugerahi harta dan rupa, maka hendaklah ia melihat orang yang lebih rendah dari mereka, karena hal itu lebih pantas agar kamu tidak merasa kekurangan nikmat yang Allah berikan kepadamu."


Bersambung...
https://my.w.tt/AOwGvjIvQ7