Selasa, 26 Januari 2021

KISAH RASULULLAH ﷺ : Terbunuhnya Kaab bin Asyraf

KISAH RASULULLAH ﷺ
Bagian 90
َللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سيدنا مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ سيدنا مُحَمَّد

Tim itu kemudian kembali. Ketika itu Al Haris bin Aus terkena ujung pedang sebagian sahabatnya sehingga terluka dan mengucurkan darah. 
Setelah tiba di Hurrotul Aridl, ternyata Al Haris tidak ada di tengah-tengah mereka. Mereka kemudian mencarinya, lalu mereka gotong. 

Setelah tiba di Baqi' Gharqad, mereka bertakbir dan takbir mereka didengar oleh Rasulullah ﷺ , sehingga, beliau mengetahui bahwa mereka telah berhasil membunuh Kaab, dan beliau kemudian bertakbir. 

Setelah mereka sampai di hadapan beliau, beliau berkata, "Wajah kalian berseri-seri." 

"Wajah Anda juga wahai Rasulullah," sahut mereka. 

Mereka meletakkan kepala sang thaghut tersebut di hadapan beliau, dan beliau memuji Allah atas terbunuhnya sang Thoghut itu. Beliau kemudian mengobati luka Al Haris dan sembuh seketika itu juga. 

Setelah orang-orang Yahudi mengetahui kematian pemimpinnya, Kaab bin Asyraf, mereka sangat ketakutan. Mereka baru menyadari bahwa Rasulullah ﷺ tidak segan-segan untuk menggunakan kekuatan ketika nasehat sudah tidak diindahkan lagi oleh orang-orang yang ingin menghancurkan keamanan, menimbulkan keresahan, dan tidak menghormati perjanjian. 

Mereka tidak berani bertindak sesuka hati. Bahkan mereka menunjukkan sikap seolah-olah mentaati perjanjian. Mereka bersembunyi di benteng bagaikan ular yang terburu-buru masuk ke dalam liangnya untuk bersembunyi. 

Demikianlah untuk sementara waktu Rasulullah ﷺ dapat mencurahkan seluruh perhatiannya dalam menghadapi berbagai bahaya yang kemungkinan muncul di luar Madinah. Beban kaum muslimin semakin berkurang, sebagian besar masalah-masalah intern mereka telah terselesaikan.


Ekspedisi Zaid Ibnul Harits

Ekspedisi ini merupakan operasi militer yang terakhir dan paling berhasil yang dilakukan oleh kaum muslimin sebelum Perang Uhud. Peristiwa ini terjadi pada bulan Jumadil Akhir Tahun ketiga Hijrah.

Urutan peristiwa tersebut adalah kaum Quraisy selalu dirundung kesedihan setelah terjadinya peristiwa Badar. Ketika tiba musim panas dan musim dagang telah dekat, mereka dirundung kesedihan yang lain yakni perniagaannya merasa terancam. 

Safwan Bin Umayyah berkata kepada orang-orang Quraisy, 

"Muhammad dan para sahabatnya telah merintangi perniagaan kita. Kita tidak tahu apa yang harus kita perbuat terhadap mereka, karena mereka tidak membiarkan daerah pantai. Penduduk daerah pantai berdamai dengan mereka dan sebagian besar dari mereka telah memeluk Islam. Kita tidak tahu cara menanggulangi, apa yang dapat ditempuh kalau kita tetap tinggal di rumah. 
Modal kita akan habis dimakan, sementara penghidupan kita di Mekkah tergantung pada perniagaan kita ke Syam di musim panas dan ke Habasyah di musim dingin."

Terjadilah dialog sekitar topik tersebut. Al Aswad bin Abdul Muthalib berkata kepada Sofwan, 

"Tinggalkan jalan lewat daerah pantai dan ambillah jalan lewat Irak." 

Jalan lewat Irak merupakan jalan yang panjang melewati Najad sampai ke Syam dan melewati sebelah timur Madinah. Orang-orang Quraisy sangat tidak mengetahui jalur tersebut, maka Al Aswad bin Abdul-Muththalib menyarankan agar menjadikan Farat bin Hayyan dan Bani Bakar bin Wa'il sebagai pemandunya  dan dia sendiri adalah pemimpin dalam perjalanan tersebut.

Berangkatlah kafilah Quraisy dipimpin oleh Safwan bin Umayyah lewat jalan baru. Namun berita tentang keberangkatan kafilah ini telah sampai ke Madinah. Sebab Khalid bin an-Nu'man telah masuk Islam. Dia bertemu dengan Nu'aim Bin Masud Al Asyja'i (ketika itu belum memeluk Islam) di sebuah tempat minum khamr (ketika itu khamr belum diharamkan). Dalam kesempatan tersebut, Shalith bin Nu'man mendengar informasi dari Nu'aim bin Mas' tentang perjalanan kafilah Quraisy. Maka Salith bin Numan segera menghadap Nabi ﷺ menyampaikan informasi yang didengarnya.

Rasulullah ﷺ segera menyiapkan pasukan yang terdiri atas 100 personil lengkap dengan kendaraannya di bawah pimpinan Zaid bin Haritsah al-Kilabi. Zaid pun segera berangkat dan di daerah Najad, yakni di Qordah, Zaid berhasil menyergap kafilah yang sedang lengah. 

Zaid berhasil menguasai mereka, sedangkan Shafwan dan para pengawalnya melarikan diri tanpa perlawanan. 

Kaum muslimin menawan pemandu kafilah, yaitu Farrat bin Hayyan. Dikatakan pula bahwa kaum muslimin juga menangkap 2 orang yang lain. Mereka mengangkut bahan ghanimah besar berupa perak dan barang-barang berharga lainnya yang diangkut oleh kafilah semua. Barang itu nilainya sekitar 100.000. 

Rasulullah ﷺ membagi-bagikan barang-barang ghanimah tersebut kepada para personil ekspedisi itu, setelah beliau ambil seperlimanya, Farrat bin Hayyan akhirnya masuk Islam di hadapan Rasulullah ﷺ . 

Peristiwa itu merupakan tragedi dan bencana besar bagi orang-orang Quraisy, sehingga mereka semakin resah dan bertambah sedih. Di hadapan mereka tidak ada jalan kecuali dua pilihan: 

~ Menghentikan kesombongan dan mengambil langkah perdamaian dengan kaum muslimin 

~ Menempuh langkah peperangan untuk mengembalikan kewibawaan mereka dan melumpuhkan kekuatan kaum muslimin.

Namun mereka memilih langkah yang kedua sehingga tekat mereka semakin kuat untuk melakukan tindakan pembalasan. 
Mereka giat mengadakan persiapan guna menghadapi kaum muslimin dengan kekuatan maksimal, semua itu, merupakan penyebab terjadinya Perang Uhud.


Bersambung…
https://my.w.tt/AOwGvjIvQ7

KISAH RASULULLAH ﷺ : Konspirasi Kaum Yahudi

KISAH RASULULLAH ﷺ
Bagian 89
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سيدنا مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ سيدنا مُحَمَّد


Rasulullah ﷺ mengizinkan Muhammad bin Maslamah mengatakan apa saja yang ia ingin katakan kepada Ka'ab bin Al Ashraf.

Muhammad bin Maslamah kemudian mendatangi Ka'ab bin Al Ashraf dan mengatakan, 

"Orang itu (yakni Muhammad ﷺ ) meminta shodaqoh kepada kami. Dia sangat memberatkan kami." 

Ka'ab berkata:
"Rupanya, engkau telah bosan kepadanya." 

Muhammad bin Maslamah berkata, 

"Kami telah mengikuti dia, dan kami tidak ingin meninggalkannya sampai kami melihat sendiri bagaimana akhir persoalannya nanti. Kami menginginkan engkau bersedia memberi pinjaman kepada kami satu atau dua wasaq (satu wasaq kurang lebih sama dengan 60 gantang)." 

"Baiklah tetapi engkau harus memberikan barang jaminan kepadaku," jawab Ka'ab. 

Muhammad bin Maslamah berkata, 
"Jaminan apa yang kau inginkan?." 
"Berikanlah istri-istri kalian kepadaku sebagai jaminan," jawab Ka'ab. 

Muhammad bin Maslamah berkata, "Bagaimana mungkin kami menyerahkan istri-istri kami sementara engkau adalah orang yang paling tampan." 

"Kalau begitu, serahkanlah anak-anak kalian kepadaku," sahut Ka'ab. 

Muhammad bin Maslamah berkata, "Bagaimana mungkin kami menyerahkan anak-anak kami sebagai jaminan. Mereka akan mencela karena digadaikan dengan satu atau dua wasaq. Ini adalah aib bagi kami. Kami akan menyerahkan senjata saja kepadamu sebagai barang jaminan." 

Selanjutnya ia berjanji akan datang lagi kepada Ka'ab. 

Abu Na'ilah juga melakukan seperti apa yang dilakukan oleh Muhammad bin Maslamah.  Dia mendatangi Ka'ab bin Al Ashraf dan mengalunkan beberapa syair sejenak, lalu berkata, 

"Wahai Ibnul Ashraf aku datang kepadamu untuk suatu keperluan. Aku akan mengatakannya hanya kepadamu, tetapi rahasiakanlah." 

Ka'ab menjawab, "Baik akan kurahasiakan." 

Abu Nailah berkata, "Kedatangan orang itu (yakni kedatangan Muhammad ﷺ di Madinah) membawa bencana bagi kami. Kami dimusuhi oleh orang-orang Arab, kami diisolasi, kami hidup serba susah, sehingga kami dan keluarga harus bekerja membanting tulang." 

Selanjutnya saling dialog seperti dialog antara Ka'ab dan Muhammad bin Maslamah. 
Di sela-sela pembicaraannya itu, Abu Nailah mengatakan, 

"Sesungguhnya aku bersama para sahabatku yang sependapat dengan aku. Aku ingin membawa mereka kepadamu, lalu engkau memberi mereka yang berlaku baik dalam hal tersebut."

Dalam dialog tersebut Muhammad bin Maslamah dan Abu Naila telah berhasil mencapai apa yang diinginkannya. Karena setelah dialog tersebut Ka'ab tidak mencurigai senjata dan para sahabat yang mereka bawa.

Pada malam bulan purnama, malam ke 14 dari bulan Rabiul awal tahun ke-3 Hijriyah, tim tersebut berkumpul menghadap Rasulullah ﷺ , beliau kemudian mengantar mereka sampai ke Baqi' Gharqad, lalu mengarahkan mereka dengan mengatakan, 

"Berangkatlah atas nama Allah. Ya Allah, tolonglah mereka." 
Setelah itu, beliau pulang dan terus melakukan sholat dan bermunajat kepada Rabbnya.

Tim itu pun tiba di benteng (tempat tinggal Ka'ab bin Al Ashraf). Abu Na'ila kemudian memanggilnya, dan Ka'ab pun bangkit untuk mendatangi mereka.
Istrinya berkata, 

"Mau ke mana pada saat seperti ini? Aku mendengar seperti suara yang dapat meneteskan darah." 

Ka'ab berkata, 
"Ia adalah saudaraku, Muhammad bin Maslamah dan saudara susuku Abu Na'ilah. Sesungguhnya orang yang mulia itu apabila dipanggil untuk bertempur, pasti bersedia menghadapinya." 

Kemudian ia keluar menemui mereka dengan pakaian yang harum semerbak.

Abu Na'ilah telah berkata kepada para sahabatnya, 

"Apabila ia telah datang, aku akan membelai rambutnya dan menciumnya. Dan apabila kalian melihat aku telah dapat memegang kepalanya, renggutlah dan bunuhlah dia." 

Ka'ab pun datang menghampiri mereka dan berbicara sejenak, kemudian Abu Na'ilah berkata, 

"Wahai Ibnu Ashraf,  bagaimana kalau kita berjalan-jalan di jalanan kampung untuk berbincang-bincang menghabiskan malam-malam kita?." 

"Baiklah jika kalian menghendaki," jawab Ka'ab bin Asyrof. 

Mereka kemudian keluar untuk berjalan-jalan, di tengah perjalanan Abu Nailah berkata, 

"Aku belum pernah melihat engkau seharum pada malam ini." 

Kaab bangga mendengar pujian seperti itu, dan ia berkata, "Aku mempunyai parfum wanita-wanita Arab." 

Abu Na'ilah berkata, "Bolehkah aku mencium kepalamu?." 

"Boleh," jawab Kaab. 

Abu Na'ilah kemudian membelai kepala rambut Ka'ab dan menciumnya, demikian pula para sahabatnya. 

Kemudian berjalan sejenak, lalu berkata, 
"Bolehkah aku mengulanginya lagi?." 

"Silahkan," jawab Kaab. 

Abu Na'ilah pun membelai rambutnya, dan tatkala sudah dapat memegangnya, ia berseru, 

"Renggutlah musuh Allah ini!." 

Seketika itu juga pedang-pedang mereka merenggutnya tetapi tidak memberikan manfaat sedikit pun. 

Lalu Muhammad bin Maslamah mengambil sebilah pedang dan dia letakkan di bagian bawah perut lalu dia tekan sampai menembusnya. 
Kaab pun terkapar dan mati seketika. Ketika itu Kaab meraung keras sehingga dapat membuat ketakutan orang-orang yang berada di sekitarnya. Tidak lama kemudian, semua lampu dalam benteng dinyalakan. 


Bersambung…
https://my.w.tt/AOwGvjIvQ7

Sifat Muslim Yang Sempurna

ONE  DAY  ONE  HADITS
Selasa, 26 Januari 2021/ 13 Jumadil Akhir 1442

Sifat Muslim Yang Sempurna

عن عبد الله بن عمرو بن العاص رضي الله عنهما عن النَّبيّ صلى الله عليه وسلم قَالَ: ((المُسْلِمُ مَنْ سَلِمَ المُسْلِمُونَ مِنْ لِسَانِهِ وَيَدِهِ، وَالمُهَاجِرُ مَنْ هَجَرَ مَا نَهَى اللهُ عَنْهُ)). مُتَّفَقٌ عَلَيهِ. 

Dari Abdullah bin Amr bin al-'Ash radhiallahu 'anhuma dari Nabi s.a.w., sabdanya:

"Muslim ialah orang yang semua orang Islam selamat dari kejahatan lidah -ucapan -dan kejahatan tangannya-perbuatannya. Muhajir ialah orang yang meninggalkan apa-apa yang dilarang oleh Allah padanya." (Muttafaq 'alaih).

Pelajaran yang terdapat di dalam hadist:

1- Hadist ini memberikan petunjuk, barang siapa yang bisa menjaga lisannya, tangannya dari saudara-saudaranya muslim maka sungguh sempurna islamnya dan barang siapa hijrah dari apa yang dilarang Allah maka dia seorang yang hijrah sebenarnya. 
2- Hadis di atas menjelaskan tentang beberapa istilah yang ditetapkan  oleh Allah dan Rasul-Nya sebagai sebagai kunci kebahagiaan dunia dan akhirat, yaitu Islam, Iman, hijrah dan jihad. 
3- Dan disebutkan pula batasan-batasannya dengan menggunkan kalimat yang ringkas namun sarat makna. 
4- Oleh karena itulah hakikat islam adalah menyerahkan diri kepada Allah, menyempurnakan ibadah hanya kepadaNya dan menunaikan hak-hak Allah dan hak-hak sesama muslim lain. Dan tidak akan sempurna islam seseorang hingga ia mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya. Hal ini tidaklah terrealisasi kecuali dengan selamatnya saudaranya dari kejelekan lisannya dan jeleknya perbuatan tangannya. Karena hal ini merupakan kewajiban dasar seorang muslim terhadap saudaranya sesama muslim.
5- Jika saudaranya saja tidak bisa selamat dari gangguan  lisan dan tangannya, bagaimana mungkin dia bisa melaksanakan kewajibannya terhadap saudaranya sesama muslim? Selamatnya saudara-saudaranya dari keburukan perkataan dan perbuatannya, merupakan salah satu tanda sempurnanya keislaman seseorang.
6- Rasulullah shallallahu ‘alihi wa sallam punmenjelaskan dalam hadits di atas bahwa hijrah yang menjadi kewajiban bagi setiap individu kaum muslimin adalah hijrah meninggalkan perbuatan dosa dan maksiat, dan kewajiban ini tidaklah gugur bagi tiap mukallaf (orang yang baligh dan berakal) bagaimanapun keadaannya. Karena Allah Ta’ala telah melarang para hambanya melakukan perbuatan-perbuatan haram dan perbuatan maksiat.
7- Adapun hijrah secara khusus adalah seseorang berpindah dari suatu negri kafir atau negri yang penuh dengan perbuatan zhalim menuju negri islam. Hijrah ini tidak wajib bagi semua individu, akan tetapi hukumnya berbeda-beda bagi setiap orang sesuai keadaannya.
8- Siapa saja yang mengamalkan hadits di atas maka dia telah mengamalkan perkara agama semuanya.  Karena hadits tersebut menyebutkan bahwa seorang muslim yang sejati adalah orang yang muslim lain selamat dari lisannya, orang yang manusia merasa aman darah dan harta mereka darinya, orang yang meninggalkan perkara yang Allah larang, orang yang bersungguh-sungguh berjuang melawan dirinya untuk melaksanakan ketaatan kepada Allah. Baginya, tidak ada kebaikan dalam perkara agama maupun perkara dunia, baik lahir maupun batin kecuali dia akan melaksanakannya, dan tidak ada keburukan kecuali pasti dia akan meninggalkannya.

Tema hadist yang berkaitan dengan Al qur'an :

1- Yakni ikhlas dalam beramal demi Tuhannya, amal perbuatannya didasari oleh iman, dan mengharapkan pahala serta rida-Nya.
Dalam beramal ia mengikuti jalur yang telah disyariatkan oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala kepadanya, sesuai dengan tuntunan hidayah dan agama yang hak yang disampaikan oleh Rasul-Nya. Kedua syarat ini harus dipenuhi oleh seseorang bila ia menginginkan amalnya diterima; suatu amal perbuatan tanpa keduanya tidaklah sah. Dengan kata lain, amal yang ikhlas lagi benar harus dilandasi dengan kedua syarat ini. Amal yang ikhlas ialah amal yang dilakukan karena Allah, dan amal yang benar ialah amal yang mengikuti ketentuan syariat. Secara lahiriah dinilai sah dengan mengikuti peraturan syariat dan secara batiniah dilandasi dengan ikhlas, keduanya ini saling berkaitan erat. Maka, manakala salah satu dari kedua syarat ini tidak dipenuhi oleh suatu amal, amal tersebut tidak sah. Bila tidak dilandasi oleh ikhlas, berarti pelakunya adalah munafik, yaitu orang-orang yang suka pamer (riya). Orang yang dalam amalnya tidak mengikuti tuntunan syariat, berarti dia sesat dan bodoh. Tetapi bila kedua syarat tersebut terpenuhi, maka amal perbuatannya itu termasuk amal perbuatan orang-orang yang mukmin. 

 وَمَنْ أَحْسَنُ دِيناً مِمَّنْ أَسْلَمَ وَجْهَهُ لِلَّهِ وَهُوَ مُحْسِنٌ وَاتَّبَعَ مِلَّةَ إِبْراهِيمَ حَنِيفاً وَاتَّخَذَ اللَّهُ إِبْراهِيمَ خَلِيلاً 

Dan siapakah yang lebih baik agamanya daripada orang yang ikhlas menyerahkan dirinya kepada Allah, sedangkan dia pun mengerjakan kebaikan, dan ia mengikuti agama Ibrahim yang lurus? Dan Allah mengambil Ibrahim menjadi kesayangan-Nya.
[An Nisa:125]

2- Di zaman modern, ketajaman lisan kadang juga mewujud dalam aktivitas di media sosial melalui status-status yang ditulis. Sudah semestinya, sebagai umat Islam membuat status di media sosial yang tak menyinggung orang lain.

لَا خَيْرَ فِي كَثِيرٍ مِنْ نَجْواهُمْ إِلاَّ مَنْ أَمَرَ بِصَدَقَةٍ أَوْ مَعْرُوفٍ أَوْ إِصْلاحٍ بَيْنَ النَّاسِ وَمَنْ يَفْعَلْ ذلِكَ ابْتِغاءَ مَرْضاتِ اللَّهِ فَسَوْفَ نُؤْتِيهِ أَجْراً عَظِيماً 

"Tidak ada kebaikan dari banyak pembicaraan rahasia mereka, kecuali pembicaraan rahasia dari orang yang menyuruh (orang) bersedekah, atau berbuat kebaikan, atau mengadakan di antara manusia. Barangsiapa berbuat demikian karena mencari keridhaan Allah, maka kami akan memberinya pahala yang besar." (Q.S. an-Nisaa'[4]: 114).

وَالَّذِينَ يُؤْذُونَ الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ بِغَيْرِ مَا اكْتَسَبُوا فَقَدِ احْتَمَلُوا بُهْتَانًا وَإِثْمًا مُّبِينًا

“Dan orang-orang yang menyakiti orang-orang mu’min dan mu’minat tanpa kesalahan yang mereka perbuat, maka sesunguhnya mereka telah memikul kebohongan dan dosa yang nyata” [Al-Ahzab : 58]