Senin, 11 Januari 2021

KISAH RASULULLAH ﷺ ; Orang Yahudi Khawatir

KISAH RASULULLAH ﷺ
Bagian 72
َللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سيدنا مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ سيدنا مُحَمَّد

Orang Yahudi Khawatir

Mereka yang tidak suka itu adalah orang-orang Yahudi. Padahal, suasana damai di Madinah sejak Rasulullah datang sangatlah menguntungkan perdagangan kaum Yahudi. Namun, orang-orang Yahudi tidak rela melihat kaum Muslimin bertambah sejahtera dan Islam semakin menguat. Dakwah Islam sulit sekali menembus kalangan Yahudi karena kaum Yahudi tidak mengakui adanya seorang nabi yang bukan dari bangsa mereka. Itulah ajaran mereka.

Begitu pun, seandainya saja para pemimpin Yahudi tidak menghalangi dakwah Rasulullah, tentu banyak umat mereka yang memeluk Islam. Di antara segelintir yang berislam itu adalah seorang rabbi (pendeta Yahudi) yang bernama Abdullah bin Salam.

Setelah memeluk Islam, Abdullah bin Salam pun mengajak keluarganya untuk turut serta. Usahanya berhasil. Seluruh keluarga Abdullah bin Salam bersama-sama memeluk Islam. Namun, Abdullah bin Salam masih merahasiakan keislamannya kepada teman-teman Yahudinya.

"Ya Rasulullah, saya khawatir kaumku akan menghinaku dan merendahkan aku jika mereka tahu aku masuk Islam," demikian kata Abdullah kepada Rasulullah, 
"Sudikah kiranya Anda menanyakan tentang saya kepada kaum saya."

Rasulullah pun mengabulkan permintaan itu. Beliau menanyakan kepada orang Yahudi mengenai pendapat mereka tentang Abdullah bin Salam.

Ternyata orang-orang Yahudi berkata yang baik-baik tentang Abdullah bin Salam. "Dia pemimpin kami, pendeta kami, dan cendekiawan kami."

Mendengar hal itu, Abdullah bin Salam pun keluar menemui kaumnya dan berkata, 
"Aku telah memeluk Islam. Kalau kalian menganggapku sebagai pemimpin, pendeta, dan cendekiawan, kalian bisa memercayaiku bahwa sungguh agama yang dibawa Rasulullah adalah agama yang benar."

Namun, apa yang terjadi? Wajah orang-orang Yahudi pucat kehilangan darah karena begitu terkejut. Sesaat, tidak seorang pun yang bicara. Kemudian, bukannya berpikir jernih, mereka menanggapi Abdullah bin Salam dengan marah, 
"Kamu pasti sudah dihinggapi kegilaan dengan meninggalkan agama kita."

Setelah itu, kata-kata kotor dan tidak baik mulai mereka lontarkan. Abdullah bin Salam dicaci dengan berbagai fitnah dan diumpat dengan kata-kata yang amat kasar.

Demikianlah, sejak saat itu, kaum Yahudi mulai bersepakat untuk menghancurkan Islam.


Orang Yahudi Kecewa

Sebelum Rasulullah diutus, orang-orang Yahudi sudah mengetahui dari Taurat bahwa dalam waktu dekat akan ada seorang nabi yang diangkat Allah. Namun, mereka menduga bahwa nabi itu akan lahir dari kalangan Yahudi. Mereka suka membanggakan diri terhadap orang-orang Arab. 

"Sesungguhnya hampir datang seorang nabi yang akan segera dibangkitkan. Kami akan mengikutinya dan membantunya memerangi kalian, sebagaimana dulu kami memerangi kaum 'Ad dan 'Iram."

Namun, justru ketika nabi yang diharapkan itu datang, mereka malah ingkar, tidak mau percaya, dan mendustakan segala apa yang telah mereka katakan dan mereka ketahui sendiri. Para pendeta Yahudi mengejek dan menggunakan segala tipu daya untuk menghalangi seruan Rasulullah.

Beberapa ketua Yahudi mendatangi Rasulullah dan bertanya congkak, 

"Hai Muhammad! Allah yang telah menciptakan segenap makhluk, lalu siapa yang menciptakan Allah?."

Mendengar pertanyaan sekeji itu, wajah Rasulullah berubah karena menahan marah. Seketika, turunlah Malaikat Jibril menenangkan Rasulullah seraya menyampaikan firman Allah yang pernah diturunkan di Mekah untuk menjawab,


قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ
Surah Al-Ikhlas (112:1)
‘Katakanlah: Dialah Allah, Yang Maha Esa.’

اللَّهُ الصَّمَدُ
Surah Al-Ikhlas (112:2)
‘Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu.’


لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ
Surah Al-Ikhlas (112:3)
‘Dia tiada beranak dan tidak pula diperanakkan,’

وَلَمْ يَكُنْ لَهُ كُفُوًا أَحَدٌ
Surah Al-Ikhlas (112:4)
‘dan tidak ada seorang pun yang setara dengan Dia.’

Sesudah Rasulullah membaca ayat tersebut, para ketua Yahudi terdiam dan saling mengejek, ia berkata, 

"Muhammad, coba engkau sifatkan kepada kami, bagaimana Allah itu. Berapa hasta tinggi-Nya, bagaimana lengan-Nya, bagaimana..."

Sudah tentu Rasulullah menjadi sangat marah, lebih marah daripada yang pertama. Namun, Jibril kembali turun memadamkan rasa marah Rasulullah sambil menyampaikan firman Allah untuk menjawab pertanyaan lancang itu, 

وَمَا قَدَرُوا اللَّهَ حَقَّ قَدْرِهِ وَالْأَرْضُ جَمِيعًا قَبْضَتُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَالسَّمَاوَاتُ مَطْوِيَّاتٌ بِيَمِينِهِ ۚ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَىٰ عَمَّا يُشْرِكُونَ
Surah Az-Zumar (39:67)
‘Dan mereka tidak mengagungkan Allah dengan pengagungan yang semestinya padahal bumi seluruhnya dalam genggaman-Nya pada hari kiamat dan langit digulung dengan tangan kanan-Nya. Maha Suci Tuhan dan Maha Tinggi Dia dari apa yang mereka persekutukan.’

Ajaran Yahudi tidak pernah menarik hati orang Arab karena orang Yahudi kurang mengajarkan nilai-nilai kesatriaan yang dijunjung tinggi orang Arab. Mereka juga sering menyembunyikan Taurat dan tidak mau mengajarkannya kepada orang lain.


Bani Israil

Dalam Al Qur'an, orang Yahudi disebut Bani Israil, artinya keturunan Israil. Israil adalah panggilan orang untuk Nabi Ya'qub. Nabi Ya'qub-lah yang menurunkan bangsa Yahudi.


Bersambung…

KISAH RASULULLAH ﷺ : Kesederhanaan Rasulullah

KISAH RASULULLAH ﷺ
Bagian 71
َللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سيدنا مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ سيدنا مُحَمَّد

Kesederhanaan Rasulullah

Kesederhanaan Rasulullah dalam berpakaian sama dengan kesederhanaan beliau dalam hal makanan. Suatu hari, ada seorang wanita memberikan sehelai pakaian kepada beliau. Kebetulan saat itu beliau memang memerlukan pakaian. Namun, kemudian datang seorang laki-laki yang meminta pakaian itu. Tanpa berpikir panjang lagi, Rasulullah pun memberikan pakaian itu.

Pakaian beliau biasanya terdiri atas sebuah baju dalam dan baju luar yang terbuat dari wol, katun, atau sebangsa serat. Sesekali, beliau tidak menolak pakaian agak mewah yang dibuat dari tenunan Yaman jika ada acara yang menghendaki demikian. Alas kaki yang digunakan Rasulullah juga amat sederhana. Tidak pernah beliau menggunakan sepatu kecuali hadiah dari Najasy.

Sungguh pun begitu, bukan berarti beliau menyiksa diri dengan semua kesederhanaan itu. Beliau hanya mengendalikan dan menjaga diri agar tidak berlebih-lebihan. 

Allah berfirman,

وَظَلَّلْنَا عَلَيْكُمُ الْغَمَامَ وَأَنْزَلْنَا عَلَيْكُمُ الْمَنَّ وَالسَّلْوَىٰ ۖ كُلُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا رَزَقْنَاكُمْ ۖ وَمَا ظَلَمُونَا وَلَٰكِنْ كَانُوا أَنْفُسَهُمْ يَظْلِمُونَ
Surah Al-Baqarah (2:57)
Dan Kami naungi kamu dengan awan, dan Kami turunkan kepadamu manna dan salwa. Makanlah dari makanan yang baik-baik yang telah Kami berikan kepadamu; dan tidaklah mereka menganiaya Kami; akan tetapi merekalah yang menganiaya diri mereka sendiri.

وَابْتَغِ فِيمَا آتَاكَ اللَّهُ الدَّارَ الْآخِرَةَ ۖ وَلَا تَنْسَ نَصِيبَكَ مِنَ الدُّنْيَا ۖ وَأَحْسِنْ كَمَا أَحْسَنَ اللَّهُ إِلَيْكَ ۖ وَلَا تَبْغِ الْفَسَادَ فِي الْأَرْضِ ۖ إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ الْمُفْسِدِينَ
Surah Al-Qasas (28:77)
Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.

Suatu ketika, Ali bin Abi Thalib bertanya tentang sunnah Rasulullah. Rasulullah pun menjawab, 

"Makrifat (mendekatkan diri kepada Allah) adalah modalku, akal pikiran adalah sumber agamaku, cinta adalah dasar hidupku, rindu adalah kendaraanku, berzikir kepada Allah adalah kawan dekatku, keteguhan adalah perbendaharaanku, duka adalah kawanku, ilmu adalah senjataku, ketabahan adalah pakaianku, kerelaan adalah sasaranku, fakir adalah kebanggaanku, menahan diri adalah pekerjaanku, keyakinan adalah makananku, kejujuran adalah perantaraku, ketaatan adalah ukuranku, berjihad adalah perangaiku, dan hiburanku adalah shalat."


Rantai Emas

Suatu ketika Rasulullah melihat Fathimah Az-Zahra, putrinya, sedang memakai rantai emas. Rasulullah bersabda, 

"Fathimah, gembirakah jika orang berkata, Di tangan putri Rasulullah ada seikat rantai dari api neraka?."  

Fathimah kemudian menjual rantai itu dan uangnya digunakan untuk membebaskan seorang budak. Rasulullah pun berkata, 

"Segala puji bagi Allah yang telah menyelamatkan Fathimah dari api neraka."


Rasulullah Belajar Bertani

Rasulullah tidak menempatkan dirinya sebagai seorang raja, meskipun banyak orang Anshar menginginkannnya. Seorang raja biasanya tinggal menikmati uang dan makanan. Tidak demikian dengan Rasulullah. Beliau mewajibkan bagi dirinya sendiri bekerja agar bisa makan. Beliau ikut belajar bertani, padahal saat itu usianya sudah di atas 53 tahun. Apalagi seperti kebanyakan orang Mekah, bertani adalah suatu pekerjaan baru yang masih asing bagi beliau.

Rasulullah juga menganjurkan agar kaum pria meringankan beban pekerjaan kaum wanita. Demikian pula sebaliknya, beliau juga mempersilahkan kaum wanita yang tidak sedang sibuk dengan urusan rumah tangga, untuk turut membantu pria bekerja. Maka, banyaklah kaum wanita yang bekerja, termasuk mereka yang di Mekah dulu terbiasa hidup berkecukupan di balik dinding rumahnya. 

Asma binti Abu Bakar adalah contoh Muslimah yang bekerja dengan tangannya sendiri. Ia tidak peduli meski ayahnya adalah saudagar kaya yang sukses. Abu Bakar membawa seluruh kekayaannya saat berhijrah, tetapi beliau infakkan semuanya untuk memberikan santunan kepada mereka yang tidak mampu bekerja. 

Rasulullah segera menghimbau sahabat-sahabatnya yang mampu untuk mengikuti jejak Abu Bakar. Tidak pantas rasanya jika ada Muslim berpakaian mewah, sedangkan saudaranya keluar rumah dengan bajunya compang-camping. Malu rasanya jika ada Muslim kenyang memakan daging dan roti, sedangkan saudara-saudaranya hanya mampu memakan kurma basah.

Kesejahteraan kaum Muslimin pun meningkat dengan pasti. Apalagi setelah Rasulullah meminta para saudagar kaya dari Muhajirin dan Anshar membeli tanah-tanah kosong untuk dijadikan lahan pertanian. Maka, sejumlah besar kaum Muhajirin pun mendapat lahan pekerjaan. Akibatnya, hasil panen meningkat dan membanjiri pasar-pasar Madinah. Dengan cepat kaum Muhajirin sudah tidak lagi menjadi beban saudara-saudara Anshar mereka. 

Namun, ada kalangan yang tidak menyukai perubahan ini.

"Jika dibiarkan begini, orang-orang miskin itu akan meremehkan kita! Bayangkan, Muhammad mengajarkan bahwa dalam tiap harta orang kaya ada hak orang miskin! Enak betul mereka!," demikian kata salah seorang yang tidak suka itu.


Bersambung...

Minggu, 10 Januari 2021

KISAH RASULULLAH ﷺ : menikahi A'isyah

KISAH RASULULLAH ﷺ
Bagian 69
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سيدنا مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ سيدنا مُحَمَّد



Menikah dengan Aisyah

Suasana damai dan tentram menyelimuti Kota Madinah. Pada saat itulah Rasulullah yang sudah menikahi Aisyah binti Abu Bakar di Mekah, merayakan pernikahan beliau tersebut. Ketika itu, Aisyah sudah menjelang remaja. Beliau adalah seorang gadis yang lemah lembut dengan air muka yang manis dan sangat disukai banyak orang karena pandai bergaul. Pernikahan ini membuat persahabatan Rasulullah dengan Abu Bakar Ash-Shiddiq semakin erat.

Setelah menikah, Aisyah berpindah dari rumah ayahnya ke rumah Rasulullah di samping masjid. Tidak terkira rasa bahagia Aisyah. Ia melihat pada diri Rasulullah ada sesuatu yang lain dibandingkan kebanyakan orang.

"Rasulullah adalah suami sekaligus ayahku," demikian pikir Aisyah dalam hati. 
"Beliau adalah suami yang penuh cinta kasih tapi juga tidak berkeberatan ikut bermain-main bersamaku. Subhanallah, beliau benar-benar manusia yang luar biasa. Aku benar-benar mencintainya setulus hatiku untuk selamanya, dari dunia sampai akhirat kelak."

Setelah menikah dengan Aisyah yang cerdas dan periang, beban pikiran Rasulullah terkurangi. Mengurus umat satu kota penuh memerlukan konsentrasi yang amat tinggi hingga menyebabkan rasa lelah yang luar biasa. Namun, jika beliau pulang ke rumah dan bertemu Aisyah, segala lelah dan beban berat terasa hilang. Canda, senyum, dan bakti Aisyah menumbuhkan rasa riang dan semangat baru dalam hati Rasulullah. Tidak terkira besarnya kasih sayang Rasulullah kepada Aisyah.

Suasana hati Rasulullah yang tenteram mengimbas luas kepada penduduk Madinah. Mereka merasakan kehidupan bersama Rasulullah jauh lebih baik daripada kehidupan mereka dahulu. Mungkin saat ini sebagian orang justru dalam keadaan lebih miskin dari dahulu. Akan tetapi, ketenangan  dan kebahagiaan hidup bersama Islam jauh lebih mahal daripada apa pun, tidak akan terbeli oleh seberapa besar pun harta yang dapat dikumpulkan.

Maka dari itu, kaum Muslimin pun melaksanakan tugas-tugas agama dengan penuh semangat. Mereka mulai menunaikan zakat dan mengerjakan shaum. Sedikit demi sedikit, ajaran Islam mulai menemukan kekuatannya.


Ummu Abdillah

Untuk menghibur Aisyah dari kesedihan karena tidak memiliki putra dan agar istri tercintanya itu merasa diperhatikan dan disayang, Rasulullah mengizinkan Aisyah mengangkat putra saudarinya, Asma binti Abu Bakar. Keponakan Aisyah itu bernama Abdillah sehingga Aisyah dikenal orang dengan panggilan Ummu Abdillah.


Akhlaq dan Budi Pekerti Rasulullah

Rasulullah mengajarkan bahwa kehidupan dalam Islam itu dilandasi oleh rasa persaudaraan. Beliau bahkan mengatakan bahwa tidak sempurna iman seseorang sebelum ia mencintai saudaranya seperti mencintai dirinya sendiri.

Seseorang bertanya kepada Rasulullah, "Perbuatan apakah yang baik dalam Islam?."

Beliau menjawab, 
"Sudi memberi makan dan memberi salam kepada orang yang engkau kenal dan yang tidak engkau kenal."

Rasulullah menjadikan dirinya teladan tertinggi bagi setiap Muslim. Beliau amat rendah hati dan tidak mau diagung-agungkan walaupun beliau adalah manusia terbaik.

Beliau bersabda, "Jangan memujaku seperti orang-orang Nasrani yang memuja anak Maryam. Aku adalah hamba Allah. Sebut saja aku hamba Allah dan utusan-Nya."

Pernah suatu ketika, beliau mengunjungi para sahabat yang sedang berkumpul. Serempak mereka berdiri menyambutnya seperti layaknya orang lain menyambut orang yang mereka hormati. Namun, Rasulullah tidak menyukai hal itu. Beliau bersabda, 

"Jangan kamu berdiri seperti orang-orang asing yang mau saling diagungkan."

Setiap kali mengunjungi para sahabatnya, Rasulullah tidak pernah memilih-milih tempat duduk. Beliau duduk begitu saja di manapun ada tempat luang. Ia bergurau dengan para sahabat, bergaul erat dengan mereka, diajaknya mereka berbincang-bincang. Jika para sahabat kebetulan disertai anak-anak mereka, Rasulullah mengajak anak-anak itu bermain-main. Kemudian, didudukkannya anak-anak itu di pangkuan beliau.

Rasulullah tidak pernah menolak undangan. Beliau selalu datang apabila diundang, baik oleh orang merdeka, budak sahaya, maupun orang miskin. 

Dikunjunginya orang yang sakit walaupun letaknya jauh di ujung kota. Orang yang datang minta maaf selalu beliau maafkan. Beliau selalu yang memulai memberi salam kepada orang yang dijumpai. Beliau pasti selalu yang lebih dulu mengulurkan tangan menjabat sahabat-sahabatnya.

Tidak akan pernah lagi kita menjumpai seorang pemimpin yang begitu lembut dan begitu menyayangi rakyatnya, pemimpin yang hidup sederhana seperti kebanyakan rakyatnya, pemimpin yang mampu memberi nasihat dan teladan, pemimpin yang selalu siap memberi dan mendapat tempat di lubuk hati terdalam setiap orang yang mengenalnya.

لَقَدْ جَاءَكُمْ رَسُولٌ مِنْ أَنْفُسِكُمْ عَزِيزٌ عَلَيْهِ مَا عَنِتُّمْ حَرِيصٌ عَلَيْكُمْ بِالْمُؤْمِنِينَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ
Surah At-Taubah (9:128)

"Sungguh telah datang kepadamu seorang rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaan yang kamu alami, (dia) sangat menginginkan (keimanan dan keislaman) bagimu, penyantun, dan penyayang terhadap orang-orang yang beriman."


Shalat Rasulullah

Shalat Rasulullah adalah shalat yang paling indah dibanding semua sahabatnya. Beliau melakukan shalat seakan sedang berjumpa dengan orang yang paling ia sayangi sehingga sulit rasanya untuk berpisah. Shalat beliau seakan-akan merupakan suatu pertemuan terakhir dengan orang yang dicintainya. Shalat beliau begitu khusyuk, seolah-olah beliau sedang bercakap-cakap dan memandang Allah.

Bersambung…