Minggu, 10 Januari 2021

KISAH RASULULLAH ‎ﷺBagian ‎62اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سيدنا مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ سيدنا مُحَمَّدMenuju Yatsrib

KISAH RASULULLAH ﷺ
Bagian 62
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سيدنا مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ سيدنا مُحَمَّد


Menuju Yatsrib

Tiga hari tiga malam lamanya, Rasulullah dan Abu Bakar tinggal di Gua Tsur. Selama tiga hari itu pula, musyrikin Quraisy kelabakan. Abdullah bin Abu Bakar menjalankan tugasnya dengan sangat baik. Setiap hari ia memata-matai pembicaraan orang Quraisy dan menyampaikan ke Gua Tsur ketika petang tiba. Asma binti Abu Bakar setiap sore mengantarkan makanan bersama Abdullah. Sementara itu, Amir bin Fuhairah yang menggembalakan kambing di luar Gua Tsur selalu memerah susu kambing agar Rasulullah dan Abu Bakar tidak kehausan sekaligus memberi tahu jika ada orang yang mendekat. Ketiga orang itu menjalankan tugasnya dengan tenang, sehingga tidak satu pun orang Quraisy yang mencurigai gerak-gerik mereka.

Setelah tiga hari, kepanikan di kota Mekah sudah agak mereda. Saat itu lah Rasulullah dan Abu Bakar berangkat ke Madinah. Mereka diiringi Abdullah bin Uraiqith, seorang penunjuk jalan yang saat itu masih kafir. Ketika akan berangkat, ternyata tidak ada tali yang dapat digunakan untuk menggantungkan makanan dan minuman di pelana unta. Asma memecahkan masalah itu. Dengan sigap ia merobek sabuknya menjadi dua helai kain panjang. Sejak saat itu, Asma dikenal dengan Dzatun-Nithaqain (yang bersabuk dua).

Dengan cerdik Rasulullah memilih jalan yang sulit dan tidak bisa dilalui orang. Beliau memilih jalan memutar ke tepi laut. Mereka berusaha  secepatnya menjauhi Mekah dan menghindari daerah pemukiman.

Di Mekah, orang ribut mendengar sebuah pengumuman yang sangat menarik, "Siapa pun yang dapat menemukan Muhammad dan membawanya sampai ke Mekah, akan mendapat hadiah 100 ekor unta."

Dengan cepat, berita itu menyebar sampai ke dusun-dusun yang jauh. Suraqah bin Malik, kepala kabilah Bani Mudlij, turut mendengar berita itu. 

Suatu saat, ia didatangi seorang anggota kabilahnya yang datang tergopoh-gopoh. 

"Tuan, tadi saya melihat dari jauh ada beberapa unta lewat di tepi pantai. Mungkin itulah Muhammad!."

"Bukan, itu orang lain!," kata Suraqah.

Namun, setelah berkata begitu, Suraqah cepat-cepat pulang dan mengambil senjata lengkap. Ia pacu kudanya ke arah yang ditunjukkan orang tadi. 
Ternyata yang diburu Suraqah memang benar rombongan Rasulullah.


Suraqah bin Malik

Dengan cepat, Suraqah telah berada di belakang rombongan Rasulullah. Abu Bakar yang selalu waspada menoleh dan melihat musuh mendekat, 

"Ya Rasulullah, ada orang mengejar kita! Kita tentu akan tertangkap!."

Namun, Rasulullah tetap tenang. Tanpa menoleh ke belakang, beliau bersabda, 

"Tenanglah sahabatku, jangan bersusah hati. Sesungguhnya Allah bersama kita."

Kemudian, Rasulullah berdoa, "Ya Allah, cukupkanlah kami akan dia (Suraqah) sekehendak Engkau."

Saat itu juga, kuda Suraqah tergelincir dan penunggangnya terpelanting. Suraqah terdiam sejenak. Ia merasa ada yang tidak beres. Suraqah pun memaksa kudanya bangkit dan mengejar lagi. 

Dengan keras kepala, Suraqah memaksa berdiri kudanya yang hampir tidak mampu bangkit. Ia lalu kembali mengejar. Untuk ketiga kalinya, namun Suraqah terjatuh lagi. Saat itu hilanglah niat jahat dalam hatinya. Ia memanggil-manggil Rasulullah.

Beliau pun berhenti dan membiarkan Suraqah mendekat.

"Maafkan saya, beribu-ribu maaf!," kata Suraqah. 
"Jangan engkau balas perbuatan saya, wahai Muhammad! Berilah saya sebuah surat jaminan bahwa engkau tidak akan membalas saya saat engkau dan agamamu kelak telah menguasai seluruh jazirah Arab."

Rasulullah tersenyum dan mengabulkannya.

"Tahukah Anda bahwa orang-orang Quraisy menjanjikan 100 ekor unta bagi siapa pun yang dapat membawa Anda kembali," ucap Suraqah.

Rasulullah kembali tersenyum menyejukkan hati. 
Dengan penuh semangat, Suraqah menawarkan bekal dan peralatan untuk perjalanan jauh. Namun, Rasulullah menolaknya dengan halus. Beliau hanya berpesan agar Suraqah merahasiakan pertemuan ini.

Sebelum kembali berangkat, Rasulullah bersabda, 

"Ya Suraqah, suatu saat kelak engkau akan berpakaian dan memakai perhiasan, gelang, serta emas yang biasa dipakai raja-raja Persia."

Dengan hati dipenuhi rasa bahagia, Suraqah memandang wajah Rasulullah yang pergi menjauh.


Memerah Susu

Tidak lama kemudian, rombongan Rasulullah melewati kemah seorang ibu yang bernama Ummu Ma'bad. Mereka pun berhenti untuk membeli kurma, daging, dan susu. Tempat seperti itu memang biasa menyediakan perbekalan untuk para musafir yang lewat. Namun sayang, apa yang mereka inginkan ternyata sudah habis. Ummu Ma'bad yang baik hati merasa iba. 

"Demi Allah, seandainya ada sesuatu yang Tuan-Tuan butuhkan, silahkan mengambilnya, Tuan-Tuan tidak perlu membayar."

Rasulullah melihat kambing kurus dan bertanya, 

"Bagaimana keadaan kambing itu, Ummu Ma'bad? Apakah ia bisa mengeluarkan susu?."

"Kambing itu adalah kambing yang sakit-sakitan Tuan. Ia sama sekali tidak menghasilkan susu."

"Apakah engkau memperkenankan saya memerah susunya?," tanya Rasulullah lagi.

"Silahkan jika memang Tuan mengira ia dapat menghasilkan susu."

Dengan izin Allah, kambing sakit-sakitan itu menghasilkan susu ketika Rasulullah memerahnya. Susu itu beliau berikan kepada Abu Bakar, lalu Abdullah bin Uraiqith, dan terakhir untuk beliau sendiri. Sesudah itu, beliau memerahkan susu untuk Ummu Ma'bad. Dan, beliau memerahkan segelas lagi untuk suami Ummu Ma'bad. 

"Ambillah ini satu gelas buat Abu Ma'bad jika nanti ia datang."

Setelah itu, Rasulullah dan rombongannya pun meneruskan perjalanan. Sesudah matahari terbenam, datanglah Abu Ma'bad. Melihat segelas susu telah disediakan untuknya, ia keheranan dan bertanya pada istrinya, dari mana segelas susu ini Ummu Ma'bad?."

"Ini dari kambing kita yang sakit-sakitan."

Kemudian Ummu Ma'bad bercerita panjang lebar. Abu Ma'bad segera keluar dan memerah susu kambing yang kurus itu. 

Ternyata sejak saat itu sampai mati kambing kurus itu selalu menghasilkan banyak susu.

Abu Ma'bad berkata kepada istrinya, 

"Sungguh, saya bercita-cita apabila kelak saya dapat berjumpa dengan orang yang kau ceritakan itu, saya hendak menjadi pengikut dan sahabatnya."


Bersambung…

KISAH RASULULLAH ‎ﷺBagian ‎61اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سيدنا مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ سيدنا مُحَمَّدMemburu Rasulullah

KISAH RASULULLAH ﷺ
Bagian 61
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سيدنا مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ سيدنا مُحَمَّد

Memburu Rasulullah

Di Mekah, musyrikin Quraisy tampak panik. Para pembesar berkumpul sepagi mungkin. Dengan segera, pasukan berkuda disebar ke beberapa perkampungan seputar Mekah, untuk mencari Rasulullah.

"Mengapa Muhammad bisa lolos? Bukankah kita telah mengepung begitu rapat sampai tidak seekor ular gurun pun dapat lolos?," teriak seorang pembesar.

Semua orang terdiam. Mereka berusaha mencari jawabannya. Namun, tidak seorang pun bisa menjelaskan apa yang terjadi.

"Sudahlah, itu tidak penting!," akhirnya seseorang berseru.

"Sekarang yang paling mendesak adalah menemukan Muhammad secepat mungkin! Ada yang punya usul?."

"Panggil pencari jejak paling ahli! Suruh dia melacak jejak Muhammad!."

Usul itu segera dijalankan. Pencari jejak yang amat ahli itu mengikuti jejak yang ditinggalkan Rasulullah. Pasukan bersenjata lengkap mengikuti di belakangnya dengan wajah tidak sabar. Sebagian besar dari mereka adalah para pemuda yang semalam ditugaskan menyergap Rasulullah.

Setelah bekerja dengan teliti, pencari jejak itu menarik napas sambil menggeleng, "Jejaknya sudah terhapus oleh orang yang lalu lalang tadi pagi!."

"Gawat!," gemas seseorang. "Apa kau punya usul lain, pencari jejak?."

"Siapa sahabatnya? Kita bisa bertanya kepada sahabat Muhammad yang paling dekat!."

Orang Quraisy saling pandang dan serempak bergumam, "Abu Bakar!."

Dipimpin Abu Jahal, pasukan pencari itu tiba di rumah Abu Bakar. Asma binti Abu Bakarlah yang keluar membukakan pintu.

"Di mana ayahmu?," bentak Abu Jahal.

"Dia pergi dan saya tidak tahu ke mana perginya," jawab Asma dengan berani.

"Jangan berdusta! Katakan ke mana perginya?."

"Saya tidak tahu! Di rumah hanya ada ibu dan saudari saya."

"Ah, terlalu!," sambil bersungut, Abu Jahal menampar wajah Asma keras-keras.


Sarang Laba-Laba

Ketika mereka keluar kota dan menjajaki beberapa jalan, sang pencari jejak menemukan jejak mencurigakan. Kemudian, satu kelompok pasukan berkuda mengikuti jejak itu sampai tiba di kaki Gunung Tsur. Namun, di situ jejak terputus. Mereka kebingungan.

"Ke mana arah kita? Ke kanan atau ke kiri?," tanya komandan pasukan. "Apakah Muhammad masuk ke dalam gua itu atau terus mendaki ke puncak?."

"Aku tidak tahu," geleng si Pencari Jejak. 

Namun, lewatlah seorang gembala dan mereka menanyainya. 

"Mungkin saja mereka ke dalam gua itu," jawab sang gembala. 
"Tapi aku tidak melihat ada orang yang menuju ke sana."

Di dalam gua, keringat dingin Abu Bakar keluar, ketika mendengarnya, 

"Bagaimana kalau mereka sampai masuk ke dalam sini? Bukan keselamatanku yang aku khawatirkan, melainkan keselamatan Rasulullah!," kata Abu Bakar dalam hati.

Beberapa pemuda naik dan melongok-longok ke mulut gua. Jantung Abu Bakar hampir lepas. Ia berbisik, "Ya Rasulullah, kalau ada yang menengok ke bawah, pasti kita akan terlihat."

Rasulullah menjawab mantap, "Jangan takut Abu Bakar, sesungguhnya Allah bersama kita."

Para pemuda itu turun, kembali ke pasukannya.

"Mengapa kalian tidak masuk ke dalam gua?," tanya komandan mereka dingin.

"Gua itu tertutup sarang laba-laba! Tidak mungkin Muhammad masuk ke dalam tanpa merusaknya!."

"Lagi pula ada dua ekor merpati hutan bersarang tepat di mulut gua!," lapor yang lain. "Jika Muhammad masuk ke dalam, sarang itu juga pasti akan rusak."

Komandan pasukan mengalihkan mukanya ke arah lain sambil menghela napas, "Baiklah, naik kudamu!  Kita cari ke arah lain!." Pasukan pun menjauh.

Sarang laba-laba dan burung merpati yang menutupi gua itu adalah pertolongan yang diberikan Allah. Padahal sebelum Rasulullah dan Abu Bakar masuk, tidak ada laba-laba dan burung merpati yang bersarang. 
Selain laba-laba dan burung merpati, di mulut gua juga mendadak tumbuh sebatang pohon yang menghalangi sebagian jalan masuk. 
Di dalam, Abu Bakar menarik napas lega. Keimanannya kepada Allah dan Rasul-Nya semakin bertambah kuat.


Perjuangan Anak Muda

Abdullah bin Abu Bakar dan saudarinya, Asma binti Abu Bakar, masih muda ketika mereka membantu hijrah Rasulullah dan ayah mereka. Abdullah bertugas mencari berita di tengah kaum Quraisy, sedangkan Asma mengirimkan makanan ke gua. Itulah ciri khas para pemuda Muslim sepanjang zaman. Mereka tidak hanya tekun beribadah ritual, tetapi juga mengerahkan seluruh kesanggupannya untuk berjuang.


Menenteramkan Kakek

Abu Quhafah adalah ayah Abu Bakar. Dia buta. Setelah Abu Bakar hijrah, Abu Quhafah mendatangi Asma. Sang kakek khawatir Abu Bakar tidak meninggalkan sepeser pun untuk putrinya. 
Memang demikian, karena Abu Bakar membawa semua uangnya untuk perjuangan Islam di Madinah. 
Asma membungkus batu dan berkata, Ayah telah meninggalkan banyak uang untuk kami. Abu Quhafah meraba batu itu dan hatinya tentram karena ia menyangka Abu Bakar memang meninggalkan uang yang banyak.


Bersambung…

KISAH RASULULLAH ‎ﷺBagian ‎60اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سيدنا مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ سيدنا مُحَمَّدDikepung

KISAH RASULULLAH ﷺ
Bagian 60
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سيدنا مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ سيدنا مُحَمَّد

Dikepung

Abu Bakar berpesan kepada putranya, Abdullah, agar setiap hari mendengarkan rencana-rencana Quraisy saat mereka tahu Rasulullah telah berangkat hijrah:

"Abdullah, setiap petang pergilah ke Gua Tsur tempat Rasulullah dan aku bersembunyi. Ajaklah adikmu, Asma. Suruh ia membawa makanan untuk kami."

Abu Bakar juga menugasi pembantunya, Amir bin Fuhaira, agar menggembalakan kambing-kambingnya di dekat Gua Tsur selama Rasulullah dan Abu Bakar sembunyi di situ. Amir bertugas memerah susu kambing untuk minum Rasulullah dan Abu Bakar, sekaligus memberi peringatan jika orang-orang Quraisy itu mendekat.

Malam pun tiba, Rasulullah telah bersiap-siap. Beliau meminta Ali bin Abu Thalib untuk tidur di atas tempat tidur beliau dan menggunakan selimut yang biasa beliau kenakan. 

Kemudian, datanglah para pembunuh ke rumah Rasulullah. Mereka adalah para pemuda kekar yang berasal dari berbagai kabilah. Pembunuh-pembunuh itu bersenjata lengkap dan mengepung rumah Rasulullah dari segala penjuru: depan, belakang, dan samping. Disertai para ketua kabilah, jumlah semuanya hampir seratus orang. Tampaknya tidak ada celah sedikit pun untuk meloloskan diri.

Menurut sebuah riwayat, salah seorang dari mereka mengintai ke dalam rumah Rasulullah dengan memanjat. Konon, setiap kali ia memanjat, terdengarlah suara tangis seorang anak perempuan. Orang itu pun segera turun. Begitulah yang terjadi berkali-kali. 

Menurut adat kesopanan Quraisy, terhinalah seorang ksatria yang memasuki rumah orang yang akan dibunuhnya dan hinalah seorang ksatria yang sampai merusak keamanan seorang perempuan. Anak perempuan tadi adalah seorang keluarga Rasulullah yang terbangun dari tidurnya.

Demikianlah, para pembunuh terus berusaha mengintai untuk memastikan apakah Rasulullah masih berada di rumah atau tidak. Ketika melihat Ali bin Abu Thalib yang tidur dengan berselimut, mereka menyangka itu adalah Rasulullah. Dengan demikian, tenanglah mereka.


Rasulullah Meloloskan Diri

Ketika saatnya tiba, Rasulullah keluar rumah dengan sangat perlahan. Beliau mengambil segenggam pasir dan menaburkannya ke kepala para pengepung sambil membaca doa. Dengan pertolongan Allah, para pengepung itu tidak dapat melihat Rasulullah ke luar rumah. Bahkan semuanya jadi mengantuk dan tertidur. Rasulullah pun pergi.

Tidak lama kemudian, Abu Bakar datang. Setelah tahu apa yang terjadi, Abu Bakar segera menyusul Rasulullah dan berhasil menemui beliau di tengah perjalanan menuju Gua Tsur. Pagi hampir tiba ketika tiba-tiba muncul seorang laki-laki tua yang tidak seorang pun pernah melihatnya. Orang tua itu berseru nyaring untuk membangunkan para pengepung, "Hai orang banyak! Kamu semua di sini sedang menunggu apa? Mengapa kalian tertidur demikian pulas?."

"Kami sedang menunggu Muhammad! Bukankah ia masih tidur di dalam!."

Orang itu menggeleng-geleng, "Kasihan... kasihan... kasihan sekali kalian! Muhammad sudah pergi dari tadi setelah menaburkan pasir di kepala kalian!."

Para pemuda gagah itu bangkit, sambil membersihkan pasir di kepala mereka, 
"Aduh, pasir di kepala kita! Sungguh keterlaluan! Keterlaluan!."

Salah seorang dengan gemas menggedor-gedor pintu rumah Rasulullah. "Muhammad! Muhammad! Muhammad!"

Mereka kemudian menyerbu masuk dengan pedang terhunus. Hanya dalam waktu beberapa detik, mereka mengelilingi tempat tidur Rasulullah. 
Dengan kasar, selimut ditarik dan pedang-pedang terangkat siap untuk dihujamkan. Namun, Ali bin Abu Thalib yang tidur di tempat Rasulullah itu segera melompat bangun dan siap menghadapi maut. 
Wajah para pemuda itu membeku pucat melihat bukan Rasulullah yang berbaring.

"Mana Muhammad?," hardik mereka kasar.

"Aku tidak tahu!," jawab Ali bin Abu Thalib.

Para pemuda itu kemudian menggiring Ali bin Abu Thalib ke dekat Ka'bah. Di sana mereka memukul, menendang, dan menampar wajah beliau. Namun, Ali lebih baik mati daripada mengatakan di mana Rasulullah berada. Dengan putus asa, mereka pun melepaskan Ali bin Abu Thalib yang telah bertahan demikian berani.


Di Gua Tsur

Saat itu Rasulullah dan Abu Bakar tiba di Gua Tsur. Selama berjalan, Abu Bakar sebentar-sebentar melangkah di muka Rasulullah, lalu di samping, kemudian pindah ke belakang. Demikian berulang-ulang.

"Abu Bakar, saya tidak mengerti perbuatanmu ini?," ucap Rasulullah.

"Ya Rasulullah, saya takut kita diikuti pengintai. Untuk mengelabuhi mereka, saya berpindah-pindah berjalan di dekat Anda."

Saat itu Rasulullah berjalan dengan kaki telanjang. Padahal beliau tidak biasa berjalan tanpa alas kaki. Akibatnya, kaki Rasulullah dipenuhi luka. Tiba di Gua Tsur, Abu Bakar meminta Rasulullah menunggu sebentar di luar. Abu Bakar tahu Gua Tsur banyak dihuni binatang-binatang liar, buas, dan berbisa seperti ular dan kalajengking. Tidak seorang manusia pun berani masuk ke dalamnya.

Abu Bakar pun masuk dan membersihkan gua tanpa menghiraukan bahaya yang mengancam. Ia merobek pakaiannya secarik demi secarik untuk menutup semua lubang yang terlihat. Setelah itu, dengan pakaian terkoyak-koyak, ia menyingkirkan batu-batu. Mendadak seekor ular yang bersembunyi di balik bebatuan itu menggigit kakinya dengan keras. Sakit sekali bekas gigitan itu seperti hendak meledakkan kepalanya. Namun, Abu Bakar menahan rasa sakit itu dan terus bekerja tanpa bersuara.

Setelah selesai, Rasulullah pun masuk. Demikian lelahnya beliau hingga tertidur dengan meletakkan kepala di pangkuan Abu Bakar. Saat itu, rasa sakit bekas gigitan ular semakin terasa menyengat sampai-sampai air mata Abu Bakar menetes-netes. Setitik air mata itu menetes di muka Rasulullah. Beliau bangun dengan terkejut.

"Mengapa engkau menangis wahai Abu Bakar?."

"Saya digigit ular, ya Rasulullah."

"Oh, mengapa tidak engkau katakan dari tadi?"

"Saya takut membangunkan engkau."

Rasulullah memeriksa luka Abu Bakar dan mengusapnya. Seketika itu juga, bengkak dan rasa sakitnya lenyap. Kemudian, Rasulullah bertanya, 

"Kemana pakaianmu?."

Abu Bakar menceritakan semua yang terjadi. Rasulullah terharu. Beliau pun berdoa, "Ya Allah, letakkan Abu Bakar kelak pada hari Kiamat pada derajatku!."


Bersambung…