Sabtu, 26 Desember 2020

KISAH RASULULLAH ‎ﷺBagian ‎47اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سيدنا مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ سيدنا مُحَمَّدHisyam bin Amr

KISAH RASULULLAH ﷺ
Bagian 47
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سيدنا مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ سيدنا مُحَمَّد


Hisyam bin Amr

Hisyam bin Amr berjalan bolak-balik di depan rumahnya sambil menggerutu, "Tiga tahun sudah Bani Hasyim diasingkan! Padahal, mereka masih bersaudara dengan suku-suku Quraisy yang lain. Ada yang sebagai sepupu, ipar, paman, bibi. 
Kalau saja tidak ada aku dan beberapa orang lain yang suka menyelundupkan makanan dengan diam-diam, Bani Hasyim tentu sudah kelaparan! Sudah saatnya aku harus berbuat sesuatu!."

Dengan tekad demikian, Hisyam bin Amr pergi menemui sahabatnya, Zuhair bin Umayyah. Zuhair adalah anggota bani Makhzum, tapi bibinya adalah Atikah binti Abdul Muthalib dari Bani Hasyim.

"Zuhair," tegur Hisyam, 
"Aku heran engkau masih bisa tenang menikmati makanan, pakaian, dan lainnya, padahal engkau tahu keluarga ibumu dikurung sedemikian rupa hingga tidak boleh berhubungan dengan orang lain, tidak boleh berjual beli, tidak boleh saling menikahkan! Aku bersumpah kalau mereka itu keluargaku dari pihak ibuku, keluarga Abdul Hakam bin Hisyam, lalu diajak untuk mengasingkan mereka, tentu aku tolak mentah-mentah!."

Zuhair terperangah, 
"Sebetulnya sudah lama sekali persoalan ini meresahkan hatiku," kata Zuhair kemudian.

"Jadi apa lagi yang engkau tunggu?," tanya Hisyam.

Keduanya pun sepakat untuk bersama-sama membatalkan piagam kejam itu. Namun, itu tidak cukup. Mereka harus mendapat dukungan juga dari yang lain. 
Kemudian, secara rahasia malam itu juga mereka menemui Mut'im bin Adi dari Bani Naufal, Abu Al Bakhtary bin Hisyam, dan Zam'a bin Aswad dari Bani Asad. Kelima orang itu membulatkan tekad untuk membatalkan piagam yang telah tiga tahun dipasang di dinding Ka'bah.

Merobek Piagam

Esok harinya, Zuhair mengelingi Ka'bah tujuh kali seraya berseru, "Hai penduduk Mekah! Kamu sekalian enak-enak makan dan berpakaian, padahal Bani Hasyim binasa, tidak bisa membeli atau menjual sesuatu pun! Demi Allah, saya tidak akan duduk sebelum piagam yang kejam ini dirobek!."

Ketika itu, Abu Jahal berada tidak jauh dari tempat Zuhair, dengan cepat, datang menghampiri sambil berteriak, 
"Engkau pendusta! Demi Allah, piagam itu tidak boleh dirobek!."

"Jika Zuhair engkau sebut pendusta, engkau jauh lebih pendusta!," balas Zam'a bin Aswad, 
"Sebenarnya dulu pun saat piagam itu ditulis, kami tidak rela!."

"Zam'a benar!," dukung Abu Al Bakhtary, 
"Dulu kami tidak rela terhadap penulisan piagam itu dan kami pun tidak ikut menetapkannya!."

"Zam'a dan Abu Al Bakhtary benar!," sahut Mut'im bin Adi, 
"Dan siapa yang berkata selain itu dialah sang pendusta."

"Kami menyatakan kepada Allah untuk membebaskan diri dari piagam itu dan apa yang tertulis di dalamnya!."

Mata Abu Jahal berkilat-kilat dan bahunya gemetar menahan marah. 
"Kalian pasti sudah bersekongkol tadi malam!," tuduhnya. 
"Kalian diam-diam berkumpul di tempat tersembunyi dan memutuskan untuk mengingkari piagam bersama ini!."

Perang mulut hampir memuncak ketika Abu Thalib yang ketika dari tadi diam di pojok, berjalan mendatangi mereka. Sikapnya yang tenang membuat orang-orang yang sedang bertengkar terdiam.

Mereka memandang Abu Thalib dan menanti yang akan dikatakan pemimpin Bani Hasyim itu.

"Semalam Muhammad menyampaikan sebuah pesan kepadaku mengenai piagam itu," demikian kata Abu Thalib.


Rayap yang Diutus Allah

"Muhammad menyampaikan kepadaku bahwa Allah telah mengutus rayap untuk memusnahkan piagam itu,"  lanjut Abu Thalib dengan tenang. 
Orang-orang itu saling pandang dengan rasa heran bercampur takjub. Benarkah kabar ini?

Abu Thalib cepat berkata lagi, "Jika kemenakanku itu berbohong, kita biarkan apa yang ada di antara kalian dan dia. Biarlah kami menanggung pengasingan selamanya. Namun jika Muhammad benar, kalian harus berhenti memboikot dan berbuat semena-mena terhadap kami."

Tampak sekali Abu Thalib sangat yakin dengan perkataannya, sehingga bersedia menanggung boikot sampai mati jika perkataan Rasulullah tidak benar. 
Semua orang terdiam. Mereka terharu sekaligus mengagumi rasa saling percaya dan kesetiaan yang demikian tinggi antara Abu Thalib dan Rasulullah.

"Baiklah, engkau adil," kata mereka, "Kami terima perkataanmu tadi, Abu Thalib."

Berbondong-bondong,  mereka pergi ke Ka'bah dan menemui bahwa yang dikatakan Rasulullah memang benar. Rayap telah memakan isi piagam itu, kecuali sebagian kecil yang bertuliskan "Bismika allahumma (Dengan nama-Mu ya Allah)."

Demikianlah, akhirnya piagam itu dibatalkan. Rasulullah dan keluarganya kini bisa kembali berada di tengah-tengah masyarakat seperti semula.

Apakah kini Rasulullah dan para pengikutnya bisa bernafas lebih lega? Apalagi adanya kekuasaan Allah melalui rayap, mungkinkah hati orang-orang musyrik berubah? Ternyata sama sekali tidak! Justru kekufuran mereka semakin menjadi-jadi. Mereka itu seperti yang tercantum dalam firman Allah:

وَإِنْ يَرَوْا آيَةً يُعْرِضُوا وَيَقُولُوا سِحْرٌ مُسْتَمِرٌّ
Surah Al-Qamar (54:2)
Dan jika mereka (orang-orang musyrikin) melihat suatu tanda (mukjizat), mereka berpaling dan berkata: (Ini adalah) sihir yang terus menerus.


Bulan-Bulan Suci

Ada empat bulan suci dalam setahun ketika Rasulullah dan kaum Muslimin dibebaskan dari pemboikotan. Bulan-bulan suci itu adalah bulan pertama, Muharram (saat diharamkannya kekerasan), lalu bulan ketujuh, Rajab (yang dihormati), kemudian bulan kesebelas, Dzulqa'dah (bulan damai), terakhir bulan kedua belas Dzuhijjah (bulan haji).


Tetap Berdakwah

Bulan-bulan suci (Muharram, Rajab, Dzulqa'dah, Dzulhijjah) itulah dimanfaatkan Rasulullah untuk semakin giat berdakwah selama pemboikotan. 

Bersambung…

Istighfar Anak Shaleh mengangkat Derajat Orang Tuanya di Surga

ONE  DAY  ONE  HADITS
Rabu, 23 Desember 2020 / 9 Jumadil Awwal 1442

Istighfar Anak Shaleh mengangkat  Derajat Orang Tuanya di Surga

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: ” إِنَّ اللهَ عَزَّ وَجَلَّ لَيَرْفَعُ الدَّرَجَةَ لِلْعَبْدِ الصَّالِحِ فِي الْجَنَّةِ، فَيَقُولُ: يَا رَبِّ، أَنَّى لِي هَذِهِ ؟ فَيَقُولُ: بِاسْتِغْفَارِ وَلَدِكَ لَكَ

Artinya: “Dari Abu Hurairah – Radhiyallahu ‘Anhu – berkata: “Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam pernah bersabda: ‘Sesungguhnya Allah ‘Azza Wajalla meninggikan derajat seorang hambaNya yang Saleh di surga, sehingga hamba tersebut bertanya: ‘Ya Rabb, Bagaimanakah semua ini (bisa menjadi) milikku?, Allah berfirman menjawabnya: ‘Karena Istghfar anakmu untuk dirimu'”. (HR: Ahmad, Ibnu Majah. Dan dinilai Shahih oleh Syaikh Al-Albani dan Hasan oleh Syaikh Syu’aib Al-Arna’uth).

Pelajaran yang terdapat dalam hadits:

1- Allah ‘Azza Wajjalla akan meninggikan derajat di surga setiap orang tua dengan amalan dan istighfar anak-anaknya yang tak pernah mereka ia duga sebelumnya. 
2- Maka alangkah beruntungnya orang tua yang beriman dan saleh, terlebih apabila ia memiliki anak cucu yang Saleh dan Salehah. mereka akan berkumpul bersama di surga yang penuh kenikmatan dan kekal selama lamanya.

Tema hadist yang berkaitan dengan Al-Quran:

- Selamat mendidik diri dan keluarga dan jangan lupa untuk selalu membaca doa ini, doa yang pernah dipanjatkan oleh Nabi Zakariyya dan Ibrahim ‘Alaihimassalam agar kita diberikan anak cucu yang saleh

رَبِّ هَبْ لِي مِن لَّدُنْكَ ذُرِّيَّةً طَيِّبَةً إِنَّكَ سَمِيعُ الدُّعَاء
“Ya Rabbi berikanlah kepadaku dari sisimu keturunan yang baik sesungguhnya engkau adalah Maha mendengar doa” Ali Imron: 38

رَبِّ هَبْ لِي مِنَ الصَّالِحِين
َ
“Ya Rabbi berikanlah untukku (keturunan) yang Saleh”. As-Soffat:100

2- Apabila orang yang beriman memiliki keturunan yang mengikuti mereka dalam keimanan niscaya Allah akan hubungkan anak cucu mereka bersama dengannya kelak dalam satu Manzilah  (tempat) yang sama disurga. Demikian penjelasan Ibnu Katsir ketika menafsirkan Ayat ini:

وَالَّذِينَ آمَنُوا وَاتَّبَعَتْهُمْ ذُرِّيَّتُهُم بِإِيمَانٍ أَلْحَقْنَا بِهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ وَمَا أَلَتْنَاهُم مِّنْ عَمَلِهِم مِّن شَيْءٍ كُلُّ امْرِئٍ بِمَا كَسَبَ رَهِينٌ

Artinya: “Dan orang-orang yang beriman beserta anak cucu mereka yang mengikuti mereka dalam keimanan, kami pertemukan mereka dengan anak cucu mereka (di dalam surga) dan kami tidak mengurangi sedikit pun pahala kebaikan atau kebajikan mereka. Setiap orang terikat dengan apa yang dikerjakannya” (QS: Ath-Thūr – 21). Lr

JASA IBU TAK TERBALASKAN

JASA IBU TAK TERBALASKAN
*ONE DAY ONE HADITH*
(Spesial Hari Ibu)

Diriwayatkan dari Mu’wiyah bin Jahimah as-Salami, ia berkata :
أَنَّ جَاهِمَةَ جَاءَ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ أَرَدْتُ أَنْ أَغْزُوَ، وَقَدْ جِئْتُ أَسْتَشِيْرُكَ. فَقَالَ: هَلْ لَكَ مِنْ أُمٍّ؟ قَالَ: نَعَمْ. قَالَ: فَالْزَمْهَا، فَإِنَّ الْجَنَّةَ تَحْتَ رِجْلَيْهَا
bahwasanya Jahimah pernah datang menemui Nabi lalu berkata: Wahai Rasulullah, aku ingin pergi jihad, dan sungguh aku datang kepadamu untuk meminta pendapatmu. Beliau berkata: “Apakah engkau masih mempunyai ibu?” Ia menjawab: Ya, masih. Beliau bersabda: “Hendaklah engkau berbakti kepadanya, karena sesungguhnya surga itu di bawah kedua kakinya.” [HR an-Nasa`i]

_Catatan Alvers_

Tanggal 22 Desember diresmikan sebagai hari ibu oleh Presiden Soekarno di bawah Dekret Presiden No. 316 thn. 1953, pada ulang tahun ke-25 Kongres Perempuan Indonesia 1928. Tanggal tersebut dipilih untuk merayakan semangat wanita Indonesia dan untuk meningkatkan kesadaran berbangsa dan bernegara. [Wikipedia]

Islam tidak memilih hari dan tanggal tertentu untuk peringatan hari ibu karena islam menjadikan setiap hari dan setiap tanggal adalah hari dimana anak wajib memuliakan ibunya. Namun demikian penetapan peringatan hari ibu adalah salah satu bentuk penghargaan atas jasa seorang ibu dan memotivasi agar kita senantiasa memuliakannya.

Berbicara tentang ibu, Saya teringat dengan lagu anak berikut :
Sembilan bulan ibu mengandung
dan melahirkan kita ke dunia
Siang dan malam ibu menyusui
Tiada merasa lelah dan letih
Kasih sayangnya cinta kasihnya
Sepanjang masa
Surga di telapak kaki ibu
Tak terbalas emas permata

Allah SWT mengingatkan kita akan betapa besarnya pengorbanan seorang ibu, sehingga Allah mewajibkan anak untuk bersyukur kepada Ibu dan bapaknya. Allah SWT berfirman : 
وَوَصَّيْنَا الْإِنسَانَ بِوَالِدَيْهِ حَمَلَتْهُ أُمُّهُ وَهْناً عَلَى وَهْنٍ وَفِصَالُهُ فِي عَامَيْنِ أَنِ اشْكُرْ لِي وَلِوَالِدَيْكَ إِلَيَّ الْمَصِير
Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu- bapanya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepadaKu dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu. [QS Luqman : 14]

Sungguh apa yang telah dilakukan bapak dan ibu adalah pengorbanan besar yang tak terbalaskan. Diriwayatkan dari Abi Burdah, ia melihat melihat seorang penduduk Yaman yang sedang thawaf di sekitar ka’bah sambil menggendong ibunya di punggungnya sambil bersenandung :
إني لها بعيرها المذلل إن أذعرت ركابها لم أذعر 
Sesungguhnya diriku adalah tunggangan ibu yang sangat patuh. Apabila tunggangan yang lain lari, maka aku tidak akan lari.
Orang (yaman) itu lalu bertanya : 
ياَ ابْنَ عُمَرَ أَتَرَانِى جَزَيْتُهَا ؟  
“Wahai Ibnu Umar apakah aku telah membalas budi kepadanya?” 
Ibnu Umar menjawab, 
لاَ وَلاَ بِزَفْرَةٍ وَاحِدَةٍ
“Tidak, walaupun (dibanding dengan) satu tarikan nafas ketika melahirkan. [Adabul Mufrad]

Dari sini kita ketahui bahwa Birrul walidain (kebaktian anak kepada orangtuanya) bukanlah perilaku balas jasa, karena kebaktian seorang anak bagaimanapun baiknya tidaklah dapat membalas (impas) dengan apa yang telah dilakukan orang tuanya. Hal ini dikuatkan dengan sabda Rasul SAW:
لَا يَجْزِي وَلَدٌ وَالِدًا إِلَّا أَنْ يَجِدَهُ مَمْلُوكًا فَيَشْتَرِيَهُ فَيُعْتِقَهُ 
seorang anak tidak dapat membalas (kebaikan) kepada orang tuanya melainkan anak itu mendapatkan orang tuanya sebagai hamba sahaya lalu dia membelinya kemudian memerdekakannya”.[HR Muslim]

Membeli seorang hamba sahaya (budak) yang mana budak tersebut tak lain adalah bapaknya lalu memerdekakannya adalah hal yang mustahil terjadi, sebab dalam literatur fiqh dijelaskan bahwa jika seorang anak membeli seorang budak yang mana ia adalah bapaknya, maka dengan sendirinya bapak tersebut menjadi merdeka tanpa harus dimerdekakan oleh anaknya. 

Inti dari hadits tersebut adalah pernyataan mustahil seorang anak membalas kebaikan bapak atau ibunya. Jika dipikir-pikir mengapa demikian? Boleh jadi karena seorang anak telah melakukan apa yang telah dilakukan oleh ibu bapaknya namun keikhlasan dan doa tidak akan sama.

Terdapat sebuah kisah dimana seorang pemuda yang masuk ICU karena kecelakaan yang menimpanya hingga menyebabkan kepalanya luka, tangannya patah dan perutnya bercucuran darah. Dokterpun putus asa dibuatnya dan mengatakan bahwa tidak ada harapan lagi untuk hidup. Mendengar hal ini, Ibunya hampir pingsan namun sebagai ibu ia tidak putus asa, Ia tidak henti-henti berdoa dan bermohon kepada Allah agar anaknya itu selamat.
Hari berganti minggu, minggu berganti bulan, keadaan pemuda tidak banyak berubah. Namun setiap malam pula Ibu bermunajat kepada Allah memohon keselamatan anaknya. sambil berlinang air mata, Sang ibu berdoa : 
”Ya Allah, sembuhkanlah anakku, Aku rela jika anggota badanku dapat ditukar dengan anggota badannya sehingga ia hidup sempurna tanpa cacat, bahkan aku rela nyawaku sebagai gantinya”

Setelah 5 bulan, akhirnya pemuda itu mulai membaik kondisi kesehatannya dan akhirnya dia sembuh sepenuhnya. Pemuda itupun hidup sehat dan normal hingga berumahtangga dan mempunyai anak. Dan di sisi lain, Ibunya, semakin hari semakin tua dan uzur. 

Pada usia 75 tahun ibu tadi jatuh sakit hingga masuk ke Rumah sakit yang sama. Pada mulanya, anaknya yang dulu kecelakaan itu masih merawat dan menjaga ibunya di RS, namun seiring dengan berlalunya waktu, semakin jarang dia datang menjenguk ibunya sampai pada suatu hari pihak RS menghubunginya untuk memberitahu keadaan ibunya yang semakin buruk. Iapun bergegas datang ke RS. didapatinya keadaan sang ibu semakin lemah dan Nafasnya turun naik. Dokterpun memberitahu bahwa ibunya sudah tidak ada harapan lagi. Anak tadi kemudian berdoa : “Ya Allah, seandainya mati lebih baik untuk ibu, maka Engkau matikanlah ibuku! Aku rela dengan kepergiannya”.

Alvers, Di sinilah perbedaan ibu dan anaknya. Kesabaran, keikhlasan dan Doa yang dipanjatkan. Orang bijak mengatakan : Satu ibu mampu membesarkan 10 anak namun 10 anak belum tentu mampu merawat seorang ibu. Maka sungguh mulia seorang ibu hingga Rasul SAW bersabda “surga itu di bawah kedua kakinya” dalam hadits utama di atas. Wallahu A’lam. Semoga Allah al-Bari membuka hati dan fikiran kita untuk selalu berbakti kepada ibu dan bapak kita dan mendoakannya dengan hati yang tulus ikhlas. Semoga Allah senantiasa melimpahkan kasih sayang-Nya kepada Ibu dan bapak kita, Amin.

Salam Satu Hadits
DR.H.Fathul Bari, Malang, Ind