KISAH RASULULLAH ﷺ
Bagian 45
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سيدنا مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ سيدنا مُحَمَّد
Ketabahan Khadijah
Khadijah-lah yang menjadi teladan bagi semua orang pada saat-saat sulit itu. Beliau adalah keturunan bangsawan dan dibesarkan dalam lingkungan yang mewah. Namun, ketika harus meninggalkan rumahnya yang luas dan tinggal di lembah yang sempit. Khadijah sama sekali tidak menunjukkan keengganan. Beliau mengumpulkan segala kekuatan, keberanian, kemampuan, serta bangkit penuh semangat.
Pada saat-saat itu, air adalah hadiah yang sangat berharga. Khadijah memberikan kepada Ali bin Abu Thalib keping-keping emas untuk membeli air yang kemudian beliau bagikan secara merata kepada semua yang membutuhkan.
Khadijah adalah bidadari pelindung bagi kaumnya. Beliau amat memperhatikan nasib anak-anak keluarga Bani Hasyim. Setiap kali ada bahan makanan yang berhasil didapatkan, Khadijah mengatur agar anak-anak mendapatkannya lebih dahulu daripada orang dewasa. Setelah itu, beliau mendahulukan kepentingan para orang tua dibandingkan kepentingannya sendiri.
Khadijah selalu menjadikan sabar dan shalat sebagai sumber kekuatannya. Beliau memohon pertolongan Allah setiap saat. Ketika berdoa, Khadijah tidak hanya mendapatkan pertolongan, tetapi juga keberanian, kekuatan, kedamaian, ketenangan, dan kepuasan.
Selama tiga tahun di pengasingan itu, kekayaan Khadijah yang berlimpah itu habis. Sebagian besar harta itu digunakan untuk membeli air. Beliau amat berbahagia karena dapat menggunakan kekayaannya itu untuk menyelamatkan hamba Allah yang paling mulia, Muhammad ﷺ dan keluarganya. Beliau menganggap semua itu adalah sebuah kehormatan, sehingga sangat mensyukurinya.
Di tengah-tengah bencana dan kesusahan itu, Khadijah tetap tegar dalam keimanan. Hal itulah yang menjadi sumber kekuatan yang tidak tergoyahkan bagi orang-orang di sekitar beliau. Khadijah selalu berhubungan dengan Allah lewat shalat. Shalat adalah rahasia keberanian beliau. Perilaku beliau yang tenang dan lembut menjadi pendorong (kekuatan) bagi seluruh anggota Bani Hasyim di tengah-tengah kesulitan itu.
Perhiasan Terindah di Dunia
Islam sangat memuliakan kaum wanita. Rasulullah ﷺ bersabda:
"Seindah-indahnya perhiasan di muka bumi ini adalah wanita sholihah."
Hikmahnya "Wanita adalah tiang sebuah bangsa. Apabila wanitanya baik, baik pulalah suatu bangsa. Namun, apabila wanitanya jelek, jelek pulalah bangsa itu."
Harta Abu Bakar
Ketika masuk Islam, Abu Bakar memiliki harta sebanyak 50.000 dirham. Beliau membebaskan tujuh budak dengan 400 dirham per orang. Jadi, uang beliau terpakai sebanyak 2.800 dirham, sebagian besar sisanya dipergunakan untuk mempertahankan hidup bersama kaum muslimin di dalam Syi'ib.
Thufail Ad-Dausi
Di tengah-tengah kesulitan itu, Rasulullah yang tidak pernah menyerah, sedikit demi sedikit terus mendapatkan kemenangan. Suatu hari, datanglah seorang bangsawan dan penyair cendekia dari luar Mekah, bernama Thufail Ad-Dausi. Seketika itu juga, orang-orang Quraisy memberinya peringatan,
"Hati-hati terhadap Muhammad, jangan dengar kata-katanya. Dia telah memecah-belah orang dengan keluarganya. Kami takut jika kamu mendengarnya, kaum kamu juga akan terpecah-belah. Hati-hati dan jangan sekali-kali mendengarkannya!."
Diperingatkan seperti itu, membuat Thufail penasaran.
"Namun, aku adalah cendekiawan dan penyair. Aku dapat mengenal mana yang baik dan mana yang buruk. Apa salahnya kalau aku mendengarkan sendiri apa yang akan dikatakan orang itu? Jika ternyata baik akan aku terima, kalau buruk akan kutinggalkan."
Setelah berfikir begitu, Thufail Ad-Dausi mengikuti Rasulullah sampai ke rumahnya.
"Tuan benarkah Anda seperti dituduhkan orang?" tanya Thufail,
"Apa yang Anda bawa dan Anda sampaikan kepada mereka?."
Rasulullah menjawab pertanyaan-pertanyaan itu dan membacakan ayat-ayat Al-Qur'an. Hati Thufail segera luluh dan dia pun memeluk Islam. Ketika kemudian ia kembali kepada kaumnya, sebagian mereka langsung memeluk Islam, sebagian yang lain tampak ragu.
Selain Thufail ada dua puluh orang yang diutus masyarakat beragama Nasrani untuk mencari tahu tentang Rasulullah. Begitu bertemu dan berbincang dengan beliau, mereka langsung menyambut, menerima, dan beriman kepada beliau.
Orang-orang Quraisy menjadi geram dan memaki-maki mereka.
"Kalian ini utusan yang gagal! Kalian disuruh oleh masyarakat seagamamu mencari berita tentang orang itu. Sebelum kamu kenal benar-benar siapa dia, agama kamu sudah kamu tinggalkan dan lalu percaya saja apa yang dikatakannya."
Abu Sufyan, Abu Jahal, dan Akhnas
Melihat orang-orang di luar Mekah seperti Thufail Ad-Dausi dan orang-orang Nasrani memeluk Islam, para Pembesar Quraisy yang paling gigih memusuhi Rasulullah pun jadi bertanya-tanya,
"Benarkah yang dibawa Muhammad itu benar?."
Diam-diam Abu Sufyan pergi pada suatu malam mendekati kediaman Rasulullah. Dia tahu Rasulullah selalu bangun malam dan membaca Al-Qur’an. Saat Abu Sufyan mendengar ayat-ayat Al-Qur’an dibacakan, begitu tenang dan damai hatinya. Suara Rasulullah yang merdu menggema di kalbunya.
Fajar pun tiba dan Abu Sufyan bergegas pulang. Namun saat itu, dia memergoki Abu Jahal juga sedang mendengarkan bacaan Rasulullah. Mereka saling pandang tanpa mampu berkata, lewatlah Akhnas bin Syariq. Rupanya, Akhnas pun diam-diam pergi mendengarkan Rasulullah membaca Al-Qur’an. Mereka bertiga pun saling menyalahkan.
"Kejadian ini tidak boleh terulang lagi," ujar salah satu dari mereka.
"Jika masyarakat kita tahu, kedudukan kita akan lemah dan mereka akan berpihak kepada Muhammad."
Ketiganya pun berjanji untuk tidak mengulangi perbuatan itu.
Namun, pada malam berikutnya, mereka terbawa perasaannya masing-masing seperti kemarin. Tanpa dapat menolak bisikan hati, mereka kembali ke tempat semalam dan mendengarkan ayat Al-Qur’an dibacakan. Hampir Fajar, mereka bertemu dan saling menyalahkan lagi.
Perbuatan itu terulang lagi pada malam ketiga. Ketika mereka saling bertemu pada waktu fajar, kembali mereka saling tuduh.
Rasa takut kemudian timbul di hati masing-masing. Mereka takut kehilangan kedudukan jika masyarakatnya memeluk Islam. Rasa takut inilah yang membuat mereka berteguh hati untuk membuang jauh-jauh perasaan tenang dan damai yang mereka rasakan saat mendengar bacaan Al-Qur’an.
Setelah itu, tidak seorang pun dari mereka yang kembali ke rumah Rasulullah pada tengah malam untuk mendengarkan beliau secara diam-diam.
Bersambung…